Hitam itu jahat.
Warna apapun yang tercampur kan tetpa menjadi hitam.
Tapi,
Bagaimana bila hitam hanya dipandang sebelah mata?
Apakah pantas bila hitam itu disebut jahat?
Bila hitam hanya dikambing hitamkan saja,
Putih hanya topeng belaka,
yang menghitamkan sekitar.
Membutakan semua.
Bahkan tak menyadari bahwa semua tlah menjadi hitam.
Hitam yang bersih kembali jadi putih,
hanya jadi bahan tawaandan celaan topeng itu.
Apakah putih masih dikatakan suci?
Selasa, 27 Juli 2010
Kamis, 15 Juli 2010
2 dunia (newest version )
Bab 1
Hari ini mungkin detik – detik terakhir hidupku. Aku menjalani hidupku dengan lesu. Sejak aku divonis mengidap penyakit leukemia. Dan hidupku hanya bertahan 8 bulan saja. Sejak saat itu pula teman – teman ku mulai menghilang satu per satu. Ah, entahlah kemanakah hatiku berpaling dariku. Dulu Sechet yang ceria dan optimis berganti menjadi Sechet yang pendiam dan memupuskan segala harapannya.
Hari ini aku berbaring di ranjangku. Melihat sekeliling merekam setiap sudut ruang. Aku bangkit berdiri memulai langkahku pagi ini menuju beranda. Pagi ini tak secerah biasa. Terlihat begitu mendung.
Wahai pagi,
Dimanakah senyumu?
Kemanakah matahari tersembunyi?
Ingin kuraih kau, menyinari diriku
Yang tak berwarna dan gelap.
Kulihat kesibukan Pak Eko dan Mbok Minah, begitu sibuk mengurusi taman. Hem...., ku hela nafas dalam – dalam dan beranjak dari beranda. Menuju ruang itu. Kakiku menuntun ku kesana. Kubuka pintu yang memisahkan kehidupan sehari- hari. Ruang misteri, tak ada seorang pun yang memaskinya, selain aku. Hanya aku yang tahu dan menyimpan kunci pintu itu. Entah berapa lama aku tak bermain dan asik sendiri dalam barang – barang peninggalan papa. Kubuka pintu itu. Udara pengap menyeruak dalam hidungku. Masuk menghampiri lemari tua itu. Ku buka perlahan, pintunya sangat kokoh namun rapuh termakan usia dan waktu.
“Ada barang menarik..” pikirku.
Ku temukan sebuah buku kuno berhias ukiran yang rumit. Oh, cantiknya. Kubawa buku yang berdebu dan tua itu, dan segera ku kunci kembali pintu ruang itu.
“Chet, kamu dari mana sayang?” tanya mama ku saat melihatku tak lagi berada di kamar.
Aku terperanjat mendengar suara yang lemah lembut itu. Segera aku menyembunyikan buku itu dibalik badan ku.
“ Nggak kemana – mana, Chet hanya bosan di kamar dan ingin berjalan – jalan saja.” jawab ku dan segera berlalu.
“Nak, kamu nggak sarapan?” tanya mama ku dan aku tak mengubrisnya. Pikiran ku telah dipenuhi oleh rasa penasaran pada buku itu. Aku mempercepat langkah ku menuju kamar sambil mendekap erat buku itu. Penasaran sekaligus terpesona.
Setibanya di kamar, ku kunci rapat – rapat pintu kamarku. Tak ingin diganggu siapapun. Kuamati dengan seksama buku itu. Semakin terpesona, semakin penasaran. Aku merasa buku itu penuh dengan misteri.
“Buku ini dikunci, bagaimana cara membukanya?” gumanku.
Aku memutar otak sekian lama, hasilnya aku tak menemukan jawabannya. Lelah dan kehabisan akal untuk mengetahui cara membuka buku itu. Aku memain-mainkan nya. Ku balik. Ku putar. Ku letakkan. Ku ambil lagi, lalu mataku tertuju pada sebuah lubang berbentuk hati.
aku melihat liontin kalung pemberian papa. Wow, ukurannya sama dengan lubang itu. Sekian lama aku mengamatinya, aku terhempas ke masa lalu.
------------------------------------------------------------------------------------
“Pa, kotak itu isinya apa?” tanyaku.
Kali ini aku berwujud seorang gadis berumur 8 tahun yang rasa ingin tau yang tinggi terhadap semua hal di dunia ini. Seulas senyum riang menghiasi wajahku.
Papa ku hanya tersenyum dan bersimpuh, supaya tinggi beliau sama denganku. Lalu ia memakaikan kalung berleontin hati berukir yang indah pada ku.
“Nanti, berikan ini pada anakmu kelak ya. Ini adalah benda peninggalan keluarga kita turun temurun” Kata papa ku lembut.
“Wah, indah sekali. Terima kasih,pa” Jawab ku riang.
Papa membelaiku lembut dan mengecup keningku dan aku memeluk papa.
------------------------------------------------------------------------------------
Ku buka mataku.
“Kenapa kenangan itu terasa begitu nyata?” tanya ku dalam hati.
Kutepis kenangan indah itu. Kumasukkan liontinku ke dalam lubang buku itu.
“ Ah, terbuka!” seruku riang.
Lalu mulailah aku menjelajahi selembar demi selembar buku itu. Tatapanku terpaku akan gambaran cepu. Entahlah, ada sesuatu yang ganjil. Aku teringat sesuatu.
------------------------------------------------------------------------------------
Ku temukan sebuah cepu klasi, begitu memikat hatiku saat pertama kali aku melihatnya. Aku menimang – nimangnya.
“ Duk duk!”
Aku kaget akan suara itu, cepu itu meluncur dari tangan ku dengan riangnya.
“Prak..”
“fiuh.., untung nggak pecah” gumanku lega.
Aku mengambil tutup dan wadah cepu itu, tetapi.... aku berfikir sejenak, terasa sesuatu menganjal.
“Kok terasa ringan, tidak seperti semula yang terasa agak berat? Ah, mungkin perasaan ku saja.”
Ku tepiskan perasaan ku. Tiba – tiba badanku menggigil kedinginan. Suasana terasa berbeda menjadi dingin. Lalu aku segera beranjak dari situ.
------------------------------------------------------------------------------------
“Ah, aku ingat! Cepu itu aku pernah menemukannya” kata ku dalam hati setelah teringat akan kejadian itu. Lalu aku membaca tulisan – tulisan itu dengan seksama.
“Jangan buka cepu itu! Berbahaya bagi hidupmu! Cepu itu mengurung iblis yang pernah memporak porandakan keluarga kita. Cepu itu disegel oleh para leluhur. Dan hanya orang terpilih yang dapat membuka cepu itu.”
Ku baca tulisan itu berulang-ulang, bulu kuduk ku berdiri dan tak percaya. Tapi.................
------------------------------------------------------------------------------------
Ku berjalan menuju ke taman. Lalu duduk dikursi dengan nyaman ditemani segelas orange juice yang menyegarkan. Masih teringat tulisan peringatan itu. Memang sejak kejadian terbukanya cepu itu banyak hal aneh. Salah satunya papa ku meninggal secara tak wajar.
Sebelumnya ayah sering terlihat ketakutan dan khawatir. Ayah juga sering terdengar bertengkar entah dengan siapa. Ada bercak darah dilantai.
Ketika aku dan mama menyusuri bercak darah itu. Kami terperanjat dan tangisan kami membahana setelah menemukan tubuh papa kaku tanpa ada luka sedikit pun disekujur tubuhnya. Kami menyepakati untuk menutupihal tersebut dan menyatakan ayah telah tiada, sudah saatnya dipanggil kembali oleh-Nya.
Setiap malam aku selalu mendoakan papa agar papa tenang di Atas sana.
Dimanapun aku berada, aku merasa selalu diawasi.
Disela – sela detik
Terasa seseorang mengawasi diriku.
Mencarinya sosoknya
Seperti mencari angin....
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 2
“ Dimana ini?” tanyaku.
Ku lihat sekeliling rumah tua tak berpenghuni, udara lembap menyeruak menusuk hidungku. Disini gelap tak ada penerangan, hanya cahaya – cahaya petir yang dapat membuka mataku dalam gelap. Aku melihat bayangan, begitu cepatnya. Rasa takut mengiris mencekam, tapi rasa keingin-tahuan ku tak terkalahkan. Ku kejar bayangan itu tapi tak dapat juga.
“Ah...........!!” teriakku.
Ku terjerembab, lalu kutemukan cepu itu di hadapanku tak bertutup. Tiba–tiba aku dicekik dari belakang. Aku meronta sekuat tenaga, tangan itu begitu dingin terasa dileher ku. Akhirnya, aku terlepas dan menoleh kebelakang, tak ada siapapun. Aku berlari dan terus berlari, aku tak menemukan jalan keluarnya. Kumasuki ruang satu persatu. Ku terpaku pada sebuah lukisan.
“Lukisan papa...” kataku lirih.
Sebuah lukisan dengan sosok yang tampan dengan sayap kelelawar hitam pekat simbol kegelapan menengadah. Matanya begitu tajam dengan warna merah segar, sesegar darah. Tubuhnya hanya terbalut kain merah semerah matanya dan memeluk lututnya seperti terkurung dan aura merah merekah bercampur dengan hitam melambangkan kekejaman dan dendam.
“ Duk duk duk duk duk duk“
Suara derap langkah yang cepat. Secepat mungkin aku berlari menghindarinya. Tetap saja derap langkah liar itu terdengar semakin jelas. Ku semakin percepat langkahku. Tubuhku terasa dingin dan suasana makin mencekam. Ku temukan sebuah ruangan sepertinya aku mengenal tiap sudut rumah ini, tapi entah rumah siapa, begitu berantakan. Secepat mungkin dan tak berfikir panjang lagi aku masuk ke ruangan itu dan menutupnya. Tapi, seperti ada dorongan kuat dari luar pintu itu.
“Tak kan ku biarkan kau masuk!” teriakku.
Aku bersih keras untuk menutup pintu itu. Aku terus melawan sekuat tenaga.
“ PERGI KAU!!” teriak ku lagi.
Ia terus mendorong pintu itu dan memaksa ku.
“TOLONG!!!!!!!!!!” jeritku.
------------------------------------------------------------------------------------
“ARRGGGHHHH!!” teriakku.
Ku terbangun dengan sangat-amat-tidak-menyenangkan. Mimpi itu terasa nyata, mengerikan sekali!
“ Tok tok tok” pintu kamarku diketuk.
Aku melompat kaget. Wajahku memucat, keringat ku terasa dingin.
“Kamu nggak apa–apa, sayang?” tanya mama, panik menyelonong masuk ke kamarku.
“Nggak apa,ma. Chet hanya mimpi buruk.” Jawab ku sekaligus lega.
“Ayo minum dulu”
Lalu mama menyuguhkan ku segelas air mineral dan aku meneguknya perlahan.
“Tok tok tok” suara pintu kamarku diketuk lagi.
“Masuk!” perintah mama.
Dibukanya pintu itu. Oh ternyata, Mbok Minah membawakan sarapanku.
“Ini non, sarapannya.” Kata Mbok minah sambil meletakkan meja kecil itu diatas ranjangku.
“Makasih.” Kataku dengan seulas senyum.
“Sama-sama, non. Permisi”
“Mama tinggal dulu ya, sayang” pamitnya. Mama membelaiku dan mengecup keningku dan melenggang meninggalkanku.
Dengan malas kulahap roti itu dan kuteguk segelas susu. Tenggorokanku terasa pekat setelah meneguk segelas susu tadi, ingin ku raih gelas berikutnya yang berisi air putih. Betapa mengejutkan! Warnanya berubah menjadi merah darah!!. Aku ketakutan, aku mengucek mataku.
“Ah, cuma khayalan saja.” Kataku dan segera kutepis pengelihatan tadi dan kuteguk cepat air itu.
“Tok tok tok”
“Masuk!”
“Hi! Surprise!!”
Ah, betapa senangnya Rika datang bersama Piko, Romi, dan Chiyo pacarku.
“Kalian kemana saja sih? Aku kan kangen.” Gerutuku.
“Maaf dech, nih buat kamu” kata Rika dan Romi menyerahkan super big teddy bear padaku.
“Wah, Makasih ya...” ucapku riang dan memeluk teddy bear itu.
“Iya, sama sama” kata Piko yang sudah mendarat duduk di sebelahku.
“Kamu sudah mandi belom?” tanya Rika.
“Belom, kan baru bangun. Hahahaha.”jawab ku.
“Pantas, dari tadi ada bau bagaimana... “ledek Chiyo. serentak seiisi penghuni kamar tertawa.
Rika mengangkat meja sarapanku dan Piko menariku, membimbingku ke kamar mandi.
“Nih, handuknya.” Chiyo melemparkan handuk tepat sasaran, yaitu tepat di muka ku.
“Awas ya.” ledek ku.
Lalu aku langsung menutup pintu dan memulai ritual mandi. Air hangat dari shower merambati dan menguyur seluruh tubuhku. Terasa segar dengan busa sabun yang lembut beraroma jeruk membersihkan seluruh tubuhku. Tiba – tiba entah darimana udara dingin menyusup pori – pori kulitku. Terdengar deru nafas yang mengelora, aku mencari sumber suara itu dan semakin lama semakin keras. Badanku semakin mengigil dingin.
“Siapa itu?” suaraku memecah keheningan.
Dengan cepat aku mengeringkan badanku dan berganti pakaian mandi. Segera aku keluar dari kamar mandi. Suasana di kamar pun hening, tak ada siapapun. Ku menoleh cepat dan menangkap sepuah bayangan yang melesat cepat. Kubuka tirai jendela. Tak ada siapapun.
“krek..” pintu kamarku terbuka aku menoleh cepat kaearah itu.
“Eh, udah selesai mandinya. Kok belom ganti sih?” kata Pika.
“Iya bentar.” Jawabku singkat. Perasaan ini tetap tak tenang tapi ku lemparkan seulas senyum pada teman ku.
Piko menutup pintu itu memisahkan aku dan dia. Dengan cepat aku memilih baju dan memakainya. Hatiku risau lebih baik aku membelakangi cermin. Aku berbalik. Ku temukan sosok yang mirip dengan objek lukisan dimimpiku. Kepalaku terasa berputar akan mimpi itu dan makluk dihadapanku ini. Suasana terasa mencekam.
Aku melangkah mundur.
Ia hanya menghujamku dengan tatapannya. Diam mencekam.
“Kriet” pintu kamarku terbuka kembali. Aku mengalihkan pandanganku.
“Ayo cepat!” kata Chiyo gemas menungguku sedari tadi. Lalu kembali menatap cermin. Ku termagu, hanya bayanganku disana. Aku melambaikan tangan,begitu juga bayanganku. Ku tepiskan kejadian itu dan langsung menuju ke ruang tamu bersama Chiyo, pacarku. Chiyo dan teman – teman ku lah yang tau bahwa aku menderita leukimia dan mereka tak meninggalkanku. Mereka terus memberikan ku cinta dan semangat padaku.
“Eh, kalian.. “ kata – kata ku terputus.
“Udah, kita dapat ijin sama mama mu kok.” Potong Chiyo lembut sambil membelai ku.
“Ayo berangkat!” seru Rosi dengan semangat.
“Ayo!” ujarku tak kalah semangat.
Kamipun berangkat menuju pameran kesenian.
------------------------------------------------------------------------------------
Tak terasa petang menjelang. Kami tetap asyik disana dan berpencar mencari barang – barang yang kami sukai. Aku sendirian disini. Berbagai pernak – pernik lucu disini. Aku menikmati setiap situasi yang ada. Sudah lama aku tak melihat kerlap kerlip lampu yang cantik serta keramaian.
“Yang ini saja,pak” kataku sambil menyerahkan gelang kayu yang lucu.
“Ini aja non? Ada yang lain?” tanya bapak penjual.
“Tidak”
Lalu ia memberikan bungkusan itu dan membayarnya. Aku kembali menyusuri dan menikmati pasar seni. Meski situasi ramai. Entah, firasatku mengatakan bahwa aku sedang diawasi. Aku menyapu seluruh sudut tempat itu dan bergegas menuju tempat lain. Tetap saja perasaanku tak tenang, meski aku berusaha menepisnya rasa itu semakin kuat.
Aku kembali ke ruangan pameran lukisan tadi. Semakin kental rasa itu dan kembali mengamati sekelilingku. Aku terperanjat dan pucat. Aku menemukannya. Sosok itu dengan penampilan lain. Matanya hitam pekat dan tajam, tak merah seperti di mimpiku. Misterius. Ia tak punya sayap kelelawar, ia berwujud manusia! Sekali lagi, ia tak hanya berbalut kain merahnya, ia berpakaian layaknya manusia. Dan satu lagi ia tetap menawan dengan aura nya. Rasa takut sencekikku, tak mampu berkata-kata. Aku berlari menuju pintu keluar, tapi tangannya yang dingin dan kuat mencegahku, rasa takut mengerogoti hingga aku terkulai lemas hampir terjatuh, ia menopangku dengan sigap. Mata kami bertemu, dengan sekali ketukan tangannya.
“Tik.”
Badanku terasa lemas dan semuanya menjadi gelap.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 3 ( sisi iblis )
“Akhirnya ku dapatkan engkau” kataku hampa dan menghilang. Seulas senyum kemenangan terukir di wajahku, kaku dan pucat. Aku mengendong seorang gadis mungil yang terlelap. Wajahnya cantik dan polos. Dengan ringan aku terbang menuju tempatku. Tempat yang gelap dan tak ada yang dapat menemukannya. Dunia yang gelap, kekuatan gaib yang kental terasa. Memasuki gua ku yang tak lain rumahku. Sudah lama aku tinggalkan. Wujudku kembali seperti semula. Terasa aneh bila wujud ku berlama – lama berpakaian layaknya manusia. Tak terbiasa. Mataku kembali merah merekah. Dibalik senyumku tersimpan taring tajam yang menonjol. Semakin terlihat diriku yang penuh kekejaman dan bengis. Ku baringkan gadis itu dan meninggalkannya.
Tak lama gadis itu terbangun.
“Uugh.. pusing sekali, dimana aku?“ katanya lirih.
Kepalanya terasa pusing. Pandangannya kabur dengan lemas ia berusaha turun dari tempatnya. Berjalan sempoyongan, mengikuti kaki nya menuntunnya. Ia tiba disebuah ruangan gua itu. Hanya ada penerangan lilin – lilin. Samar – samar ia mendengar suara itu, begitu juga suara nafas yang menderu. Langkahnya mencari – cari sumber suara itu. Semakin lama suara itu tak terdengar lagi. Langkahnya terhenti ia memandang sekeliling. Betapa terkejutnya aku melihatnya , begitu juga dia saat seperti ini. Aku sedang melahap makan malam ku. Menghisap darah segar seorang gadis lainnya. Aq menatapnya tajam. Ia melangkah mundur dan ku menghempas mayat itu. Ia memucat ketakutan dan berlari. Aku segera mengejarnya. Ku remas bahunya dan menghempaskannya di dinding, tak kan ku biarkan ia berlari jauh keluar dari sini. Ku hampiri dia yang mengerang kesakitan, ku tatap matanya lekat – lekat. Seakan aku ingin memangsanya. Ku lepaskan gadis itu dan beranjak dari hadapannya.
Kurasakan tangan mungil itu menggengam tanganku, membuatku berbalik berhadapan dengannya.
“Siapa kamu sebenarnya?” tanyanya lirih.
Aku ingin menjawabnya, tapi kutepiskan tangannya. Ia hanya menatapku.
------------------------------------------------------------------------------------
Aku duduk dan termenung. Entah setiap kali aku memangsa manusia untuk kuteguk darahnya agar aku bertahan hidup dan memulihkan tenagaku. Tetapi, ketika aku bertemu dengannya rasa dahaga ku hilang menguap begitu saja dan jantung ini berdegup kencang.
“AHHHHHHHHH!!!!”
Terdengar suara teriakan gadis itu menyambar bagai petir ditelingaku. Dengan cepat kakiku menarikku menuju sumber suara, teriakan itu makin keras. Aku menghentikan langkahku didepan ruangan yang mana bagi manusia sangat mengerikan. Penuh dengan tulang belulang korbanku. Langsung aku mendapatinya menangis dan membawanya keluar dari situ. Setelah berjalan cukup jauh, gadis itu masih terisak memelukku erat. Jantungku berdegup kencang sekali.
Sekarang kami berada diluar, ku ajak dia terbang menuju suatu tempat, agar ia tak menangis lagi.
Air matamu
Seperti sebilah pisau,
Menyayat – sayat hatiku
Kumohon berikan senyum mu
Hanya padaku.
Jangan lah takut akan ku.
Teruslah peluk aku
Tuk melepas rasa ini.
Pemandangan malam di duniaku berbeda, bulan kali ini tak menyembunyikan sinarnya, ku dudukan gadis itu diatas batu besar dan aku duduk disampinya.
Menikmati lukisan agung,
Awan enggan menutupi bintang
Bulan menyinari tubuh ini
Tak sekelam kelabu lagi
Ia terus memandangiku dan jantungku mungkin hampir sama seperti gunung yang akan meletus. Aku jadi salah tingkah.
“Kenapa kau tak memangsaku?” tanyanya memecah keheningan.
Lagi – lagi aku hanya diam menatap langit. Senyap terasa.
“Tolong jawab aku” katanya lirih.
Hatiku jadi tak menentu. Ia memandangiku lekat – lekat.
“Kenapa kau tak memangsaku? Siapa kau sebenarnya?” tanya nya lagi tak sabar. Aku hanya menghela nafas.
“Ayo jawab aku.” Rengeknya dan menarik lenganku.
Emosiku tak lagi terkontrol. Aku menatapnya tajam. Aku melihatnya berkaca – kaca. Ku kepalkan tanganku keras. Lalu aku terbang secepat kilat. Pikiranku tak menentu dan kembali kesana dengan kecepatan tinggi. Entah mengapa emosi ku meluap. Aku menghempaskan tubuhku padanya menatapnya. Merekam setiap detil wajahnya. Kudapati ia menangis. Emosiku semakin meluap. Aku mencengkram ke dua lengannya.
Ingin kumiliki
Merindunya
Tetapi,
Kami bagai api dan air
Takkan pernah bersatu.
Kuusap airmatanya.
“Tolong jawab aku” dia memohon.
“Kamu akan tahu dengan sendirinya semua pertanyaanmu” akhirnya aku meninggalkan tanda tanya besar pada gadis itu.
“ Sekarang tidurlah.”perintahku.
Dalam satu cetikan menghantarnya pada tidur yang lelap.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 4
Ku buka mataku perlahan. Sinar matahari pagi menyusup dari jendela kamarku. Samar – samar kulihat wajah mamaku dan menoleh ke arah lain. Kulihat Chiyo, wajahnya sangat khawatir sekaligus senang.
“ Sayang, kamu nggak apa – apa?” tanya mamaku panik dan membantuku duduk.
“Maafin aku, ninggalin kamu sendirian” sesal Chiyo dan memeluk ku.
“Bukan salah Chiyo, aku yang keasikan jadi nggak nyadar aku jalan sendirian.” Jelasku.
“Tok tok tok”
“Masuk!” perintah mama.
“Non, ayo makan dulu. Permisi” kata bibi dan meletakkannya diatas ranjangku lalu pamit.
“Mama suapin yah” tawar amamku.
“Enggak usah tante, biar saya saja.” Tawar Chiyo.
“ Ya sudah, mama keluar sebentar ambil obatmu ya. Makan yang banyak.” Kata mama.
Aku hanya mengganguk.
“Chiyo, tante keluar dulu ya” pamit mama pada Chiyo. Chiyo mengangguk sopan.
“Ayo buka mulutnya, aaaa....” kata Chiyo sambil menyuapiku dan aku makan dengan lahapnya. Badanku masih terasa lemas.
Dibalik kemesraan itu ada seseorang yang tersayat hatinya. Sedari tadi mengamati mereka berdua.
------------------------------------------------------------------------------------
Cuaca hari ini tak begitu ceria, bahkan hari ini hujan deras diikuti kilat dan petir. Berharap malam ini ada yang mau menemaniku. Dalam cahaya kilat, aku menangkap bayangan seseorang, dengan perlahan aku melangkah dan melihat siapakah gerangan.
Hampir saja aku memekik, ia datang kembali. Badannya basah kuyup. Entah ada keberanian dari mana menyusup pikiranku, ku ajak ia segera masuk.
“Tunggu aku!” perintahku.
Aku memasuki kamar mandi dan segera mengambil handuk bergegas menghampirinya kembali.
“Duduklah, ku bantu mengeringkan tubuhmu”
Kuusap wajahnya lembut dengan handukku. Ia mengeram marah, melawan.
“Tenang lah, aku nggak akan menyakitimu, malah mungkin kamu yang akan menyakitiku.”
Ku ukir seulas senyum diwajahku dan tetap melakukannya. Ia terdiam tak lagi marah. Ku usap punggungnya dengan hati – hati, sayapnya yang terlipat rapi disana. Setelah selesai Ia hanya mencetikkan jarinya dan dengan seketika tubuhnya kering kembali.
“Ngapain susah payah aku membantunya mengeringkan tubuhnya” batinku.
“Terima kasih, kau bersusah payah dan peduli padaku” katanya seakan-akan membaca pikiranku.
Ia berjalan menghampiriku, aku mundur selangkah demi selangkah, hingga tak dapat lagi karena kembali melenyapkan langkahku pada dinding yang terasa dingin menggelitik punggungku. Aku begitu dekat dengannya. Kurasakan ketakutan menjalar, kupejamkan mataku. Aku merasakan kelembutan tangannya mengusap wajahku dengan perlahan, kubuka mataku dan memandangnya. Dingin.
“Kamu siapa? Mengapa kau selalu ada dimanapun aku berada? Apa aku punya salah padamu?” tanyaku lembut
“Tidak ada, dan aku bukan siapa – siapa” jawabnya datar dan berpaling dariku.
Ia berjalan menuju beranda. Hatiku berkata ia akan pergi. Entah ada dorongan apa yang membuatku berlari dan memeluknya, mencegahnya pergi. Ia berpaling menatapku. Wajah tanpa ekspresi itu menatapku dalam – dalam. Aku tersadar dengan apa yang aku perbuat.
“Maafkan aku telah lancang, maafkan aku” kataku lirih dan tertunduk melangkah mundur.
“DEBUG”
Ia menyerangku hingga terjatuh, ia diatas ku mencengkram tanganku, mata ku terpejam dan ketakutan. Lagi – lagi ia membelaiku. Tangannya yang kekar dan kuat itu mencengkram kuat. pikirku, aku akan dimangsanya.
“Kenapa kau ketakutan padaku?”
“Apa aku begitu menakutkan bagimu?” mulai terlihat gusar.
“Maaf”
“Aku mengerti” katanya dan melepaskan aku. Kulihat ia benar benar akan pergi. Aku terduduk memeluk lututku menagis. Ku benamkan wajahku.
“Mengapa kau menangis?” tanyanya berlutut dan mengangkat wajahku.
“Kau kesepian?” tanyanya lagi, mengusap airmataku. Aku merasakan dingin dan kakunya tangan itu. Aku hanya mengangguk.
“Banyak orang menyayangimu, tak seperti aku.”katanya.
“Sekarang tidurlah”
Saat itu juga mataku terasa berat dan terlelap.
-----------------------------------------------------------------------------------
Pagi ini begitu cerah tak seperti kemarin. Aku mengerjapkan mataku. Silau karena cahaya matahari yang menembus tirai. Sejenak aku berfikir, 4 bulan lagi aku akan berusia 19tahun dan itu artinya waktuku akan cepat berlalu. Aku berdoa.
“Tuhan, Engkau Maha Pemurah dan Pengasih. Saya tahu sebentar lagi saya akan berada disisiMU. Tapi kumohon, berikan saya hidup hingga genap usiaku. Hanya itu saja yang aku minta sebagai hadiah terakhir dariMu untukku. Terima kasih atas semua yang kau berikan padaku. Amin.”
Setelah berdoa, aku mendapati makhluk itu menatapku.
“Ikut aku!” perintahnya.
Aku bangkit berdiri dan masih mengenakan piyama. Aku bertanya-tanya, akan dibawa kemana aku.
“Jangan bertanya, kita tak kan punya banyak waktu.”
Aku terperanjat kaget, dia tau apa yang aku pikirkan. Aku mendekat padanya dan memejamkan mataku.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 5
“Buka matamu, kita sudah sampai” perintahnya.
Ia berjalan mendahuluiku, tempat ini begitu seram dengan obor – obor sebagai penerangannya, aku takut dan tak ingin jauh – jauh darinya. Ia membuka sebuah pintu kayu dan aku ikut memasuki ruangan itu, kulihat ia mengibaskan tangannya dan pintu tertutup.
“Kemarilah, aku ingin menunjukan sesuatu padamu.”
Ia membuka penutup kain merah yang besar. Sebuah balok es besar, didalamnya terdapat seorang bidadari cantik. Kain putih membalut tubuhnya, sayap putih yang indah. Ia seperti terlelap.
“Dia kekasihku” katanya memecah keheningan.
“Benarkah?” tanyaku.
Ia hanya mengangguk, matanya tersirat kepedihan.. disentuhnya balok es itu. Seakan ia ingin memeluk sang bidadari. Kurasa ia begitu merindukanya.
“Apakah kau merindukannya? Apa ia tertidur?”
“Iya. Tapi dia bukan tertidur, ia telah tiada.”
Kutatap sorot matanya, rasa marah dan dendam terpancar. Lalu ia menarikku keluar dari situ. Kasar.
“Lepaskan aku! Sakit!” rontaku.
Ia menoleh kearahku tajam sekali. Rasa benci yang mengelora. Aku terus meronta kesakitan. Ia tetap menyeretku menuju ruang yang lain. Ia melemparku kasar, aku kesakitan, sangat sakit bahkan. Ia menghampiriku, aku meringis kesakitan.
“ Kenapa kau marah padaku?” tanya ku hampir menangis.
“Karena leluhur keluargamu lah yang membuat kekasihku meninggal!!!” Iblis itu marah dan mencekik ku.
“Aaaaah......Sakit.. Lepaskan Aku...” pintaku pelan dan butiran airmataku tak dapat kubendung lagi. Suasana kian mencekam.
Sorot matanya mulai melembut, merenggangkan tangannya di leherku dan ku gunakan kesempatan itu untuk melarikan diri, tapi dengan sigap ia menarikku, kami beradu tatap. Sorot mata kejam itu muncul kembali. Aku meronta dan berhasil...
Aku berlari sekuat tenaga meski aku tak tau jalan keluarnya. Cahaya remang – remang manghalangi pandanganku. Ia menggapaiku dan mendapatkan bajuku, ia merobeknya. Aku tak peduli, terus berlari. Dengan ganas nya ia mengejarku. Aku masuk ke salah satu ruangan dan berusaha menutup pintu itu tapi ia terlalu kuat. Aku terlempar, sekali lagi aku menjerit kesakitan sekaligus kelelahkan. Ia menutup pintu itu. Cahaya obor semakin kecil semakin gelap. Semakin mencekam dan terancam. Aku berusaha menjauh. Tapi tertahan oleh dinding. Ia menahan dan mencengkram kuat kedua tangan ku dan merobek bagian depan bajuku.
“Lepaskan aku...”
“Apakah kau benar – benar keturunan ke 1363?” tanyanya garang.
“Aku tak tahu..”
“Aaarrgghhh....” Ia menghempaskan aku.
Keringat dingin membasahi tubuhku yang terbaring telungkup. Ia ia mendapatiku tapi aku tak bisa melawannya lagi. Terlalu lelah, kemudia ia mengusap punggungku lembut.
“Kenapa kau yang mempunyai tanda itu?”tanyanya.
“Tanda apa?”
“Tanda ini dipunggungmu.”dia menyentuh tanda lahirku di punggungku lembut. Aku merasakan hembusan nafas nya yang bergelora. Ia mengecup tanda lahirku.
“Itu tanda lahirku” jawabku lirih. Ia mulai geram kembali.
“Kenapa harus kamu?! Kenapa!!” teriaknya lalu berlari meninggalkanku yang kelelahan melawannya. Aku terbaring lelah dan berusaha bangkit, aku berdiri perlahan dan berjalan perlahan, kepalaku sangat pening, mataku berkunang. Samar- samar aku melihat sosok seseorang tapi tak tahu siapa itu. Aku terjatuh dan tak sadarkan diri.
------------------------------------------------------------------------------------
Kubuka mataku, auww... badanku terasa sakit. Siksaan itu terasa nyata. Kulihat bajuku tetap utuh dan basah karena keringat. Lelah sekali.
Terhuyung – huyung aku berjalan. Badanku semakin lemah. Kepalaku pusing dan aku terjatuh.
------------------------------------------------------------------------------------------
Bab 6 ( sisi iblis )
Kerinduan hati menusuk jiwa
Mencarinya disela detik dan menit
Juga disetiap jam
Untuk mencarimu....
Langit ini tak pernah pagi. Hanya malam menemani hari – hariku. Aku terpaku mengingat kejadian itu.
Mengapa rasa cinta itu ada?
Mengapa rasa benci itu ada?
Dan mengapa saat ini keduanya mewarnai hidupku
Sejak hari itu?
Aku diciptakan kegelapan
Mengapa aku merasakan getar cinta?
Menyebalkan!
Aku begitu membenci keluarganya dan harus membunuh keturunan ke 1363, yaitu gadis itu. Tapi ia memiliki tanda itu yang berarti dia adalah titisan dari bidadariku. SIAL!!
Keturunan ke 1363 adalah kunci kebinasaan keluarga itu. Bila aku meneguk darahnya maka aku akan memiliki kekuatan yang tak tertandingi. Tapi bila aku membunuh gadis itu. Aku tak kan bisa memulihkan bidadariku. Sekali lagi, SIAL!!!
------------------------------------------------------------------------------------
Seorang calon bidadari yang akan menjadi seorang bidadari sejati harus menebarkan kasih sayang, kedamaian dan cinta. Di dunia yang lain, seorang calon iblis yang akan menjadi seorang iblis sejati harus menggangu tugas calon bidadari tersebut dan menyebarkan segala yang terbalik dari tugas calon bidadari agar ia lulus menjadi iblis.
Aku selalu membuntutinya saat dibumi dan menggagalkan semua rencananya. Disaat itu pula aku merasakan getar yang aneh. Dan bagiku itu sangat menggangu.
“Apakah ia merasakan getaran yang sama?” pikirku.
Bunyi germisik dedaunan mengusik kesunyianku. Sosok gadis dengan kedua sayapnya yang putih menghampiriku. Aku terpaku melihatnya.
“Mengapa kau memasuki wilayahku? Apa kau tak takut?” aku bangkit dan mendapatinya mundur selangkah demi selangkah setelah melihat sosok ku. Akhirnya langkahnya terhenti terhalang dinding. Aku mencengkram bahunya. Ia tampak sedikit ketakutan. Kuhirup menyusuri aroma tubuhnya yang menyeruak dihidungku. Hemmm..... begitu lembut dan wanginya.
“ Apa kau tak takut padaku?” tanyaku sekali lagi. Tetap menikmati aroma tubuhnya.
“Tidak!” jawabnya tegas disela – sela ketakutannya. terdengar jelas bergetar suarnya.
“Aku malah ingin membunuhmu!” serunya. Kulihat belati yang terjatuh di tanah. Kulepaskan dia. Mundur beberapa langkah.
Rasa hancur hati berkeping,
Seperti belahan cermin
Meraihnya hingga berdarah
Tak kan pernah bisa jadi utuh...
“Bunuh aku sekarang!” perintahku. Ia mengambil belatinya.
“Ternyata kau.. Tak sekedar menjadi penganggu!, tapi kau.......” si bidadari terus mendekatiku perlahan. Aku terpejam dan pasrah dengan apa yang akan ia lakukan dengan belatinya.
“ Srak!!” ia membenamkan wajahnya ke dadaku dan memelukku.
“ Kau mencuri hatiku” lanjutnya lirih. Membuang belatinya.
Aku mengangkat wajahnya dan membelainya lembut, memberinya seulas senyum di wajah kaku ku. Ku tepikan butiran air matanya yang meluncur membasahi pipinya yang lembut dan mendekatkan wajahku padanya, semakin dekat, semakin dekat dan menciumnya......
Seketika itu tubuhnya lemas. Banyak guntur yang menyambar –nyambar dengan liarnya. Angin menjadi ribut dan bertiup makin kencang. Dewa pun datang. Ia mencengkram lengan bidadariku dan aku ditahan oleh prajuritnya.
“Kau akan kekal abadi wahai iblis!” seru dewa itu padaku.
“Tetapi kau, akan kubuang jiwa mu kebumi karena kelalaianmu!” seru dewa itu pada bidadari. Anginpun semakin ribut.
“Panglima prajurit akan menemanimu menjalani hukuman di Bumi.” tambah Sang dewa.
“Biar aku saja yang kau buang, wahai dewa.” Pintaku.
“Tidak! Kalian bersaing dan kau terlah memenangkannya, membuatnya jatuh cinta padamu dan itu dilarang! Sebagai hukumannya jiwanya harus dibuang di Bumi!”
Bidadariku tampak begitu lemah.
“AHHH!!!” teriakan bidadariku menyayat hatiku. Rasa ingin membunuhku bergejolak dalam dada. Aku bertarung dengan prajurit – prajurit yang menahanku terpelanting. Dewa mengarahkan tongkatnya kearahku dan sebuah kekuatan dahsyat menghantamku jauh ke gelapan dan menghilang membawa jiwa bidadari ku pergi. Aku sendiri terkurung bersama kegelapanku.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 7
“Ah, silaunya matahari pagi ini” itulah kata – kata pertama pagi ini.
“Lho, kenapa aku tidur dilantai?” tanyaku dalam hati. Aku beranjak menuju jendela kamar. Kusibakkan tirai, ingin menikmati pemandangan pagi. yang ada aku mendapati sosok iblis itu. Ia muncul lagi, aku mundur selangkah demi selangkah, aku berlari dan ia mendekatiku. Ku lempar bantal – bantalku. Ia menangkisnya gesit selalu lolos dari seranganku.
“Bruk”
Ia menimpaku. Diatas tubuhku, memandangiku lekat.
“Ikutlah denganku.”
“Aku tak mau!.” Lalu ia pun menghilang.
“Tok Tok Tok” Rika masuk dengan riangnya.
“Hey, ngapain kamu tidur dilantai?” sapa nya.
“Oh, aku terjatuh.”
“Keliatannya kau sedang tak sehat. Muka mu pucat sekali?” Rika kawatir denganku.
“Aku tak apa. Tumben, kamu datang sepagi ini? Enggak ada kelas?”
“Iya, aku mau crita sesuatu padamu.”katanya riang. Akupun mengatur posisi duduk ku di atas ranjang.
“Aku udah punya pacar.”katanya sambil tersipu malu.
“Wow... crita in dong” rasa penasaranku mulai mengelitik.
Lalu ceritapun dimulai. Rika sedang jatuh cinta pada seorang pemuda yang dia temui di pameran lukisan waktu itu. Namanya Cynn. Kulit putih ,tinggi, kekar, sorot matanya misterius, dan pendiam, lebih terkesan dingin. Memang aku tau tipe cowo nya Rika. Cynn benar – benar tipe cowo nya. Sering jalan bareng. Cynn benar – benar memikat hati Rika. Tak bisa dipercaya. Rika orang yang pintar dan terkesan tertutup. Dia jarang membuka kesempatan pada semua orang untuk dapat dekat dengan nya. Kami bertiga aku, Romi, dan Chiyo adalah orang yang beruntung dapat menjalin persahabatan. Cynn ternyata yang tak lain adalah teman masa kecil Rika. Ternyata mereka udah jadian 2bulan lalu. Sebagai sahabat pun aku turut senang. Waktu telah bergulir cukup cepat. Malampun tiba. Rika pun pamit karena dia akan berkencan malam ini.
“Eh, mau malem nich. Aku pulang dulu ya.” Pamit Rika.
“Ok, Good luck buat kencannya ya. Jangan lupa kenalin”pesan ku.
“Sipp”
------------------------------------------------------------------------------------
Aku berada di sebuah rumah yang besar. Aku menyusuri setiap ruang. Tak ada penerangan hanya cahaya bulan yang masuk melalui jendela. Aku mendengar suara. Seperti suara seorang gadis. Aku penasaran dan mencari sumber suara itu. Kali ini terdengar samar suara seorang pria. Suara itu sangat familiar di telingaku. Ada sesuatu yang mengganjal dan membuat detak jantungku semakin keras. Langkahku terhenti pada pintu ruangan yang besar. Pintu itu sedikit terbuka. Aku mengintip dengan perlahan. Tampak sepasang kekasih sedang bercumbu. Begitu mesra di depan perapian. Lelaki itu menyibakkan rambut indah si gadis. Mulai menciumi leher nya. Aku segera berbalik dan mengendap – endap tak ingin menyaksikan kejadian itu.
“AAARRGGGHHH..!!” jerit gadis itu kesakitan..
Pintu itu terbuka lebar dengan sendirinya. Aku menyaksikan mata merah yang tajam itu.. Lelaki itu menghisap darah gadis itu dengan nikmatnya. Aku berdiri terpaku. Tubuh gadis itu terkulai aku menatap lelaki itu, dia menyeringai dengan taringnya yang tajam berbalut busana hitam. Darah segar mengalir dari bibirnya, tak lain dan tak salah lagi itu adalah sosok manusia dari iblis itu. Tubuh si gadis terkulai tak bernyawa. Semakin mengigil tubuhku, aku menatap wajahnya. Itu adalah... RIKA!!!!!!
Iblis itu mengusap dan menjilat i nikmatnya setiap tetes darah Rika dengan jemarinya. Dia menghampiriku dengan anggunnya. Aku membeku dalam sorot matanya. Dengan lembut ia memeluk dan menyibakkan rambutku. Kurasakan deru nafasnya di leherku. Angin dingin berhembus menyusup pori – pori ku membuatku semakain terpaku. Kurasakan taringnya menusuk leher ku.
“AAAAAAARRRRRGGGHHH....!!!!”
------------------------------------------------------------------------------------
Aku terbangun dengan mata terbuka, dan terbelalak melihat iblis itu diatas ku. Mengengam erat tanganku. Sekujur tubuhku basah karena keringat dingin.
“ Selamat pagi manis.” Sapanya dengan seringai yang mengerikan.
“ Mau apa kamu. Lepasin aku!” bentakku. Menatapnya tak kalah tajam. Ia mendekatkan wajahnya, menciumi aroma tubuhku. Dan tertawa.
“ Manis sekali... hem... pasti lezatnya darahmu dibanding teman yang barusan masuk dalam mimpimu.” Bisiknya. Dia menciumi kelopak mataku turun ke pipi dan mengendus endus leherku. Aku berusaha melawan. Tapi, dia lebih kuat dibanding aku. Tangannya semakin mencengkram kuat tanganku.
“ Marah - marah di pagi hari itu sangat tidak baik, sayang” bisiknya lagi. Kali ini dia menatapku. Aku terpaku. Aku tak kuasa melawan pesona nya. Tangan yang lain membelai pipiku.
“ Lembutnya kulit ini. Tapi sayang, kau harus ku bunuh untuk memulihkan kekuatanku.”
Mulutku membisu dan akhirnya menangis. Dia tertawa pelan.
“ Kamu ketakutan ya? Sangat cantik bila menangis.” Ejeknya. Dia menjilati air mataku.
“ Pergi kau dari hidupku!! Aku akan mencari cara untuk membunuhmu!!” usirku dan dia hanya tertawa.
“Aku tak mau lagi melihatmu, PERGI!!” teriakku samabil memejamkan mata. Hanya hembusan angin dingain menerpa lembut tubuhku. Aku terisak sedih. Entah mengapa, hati ini teriris sedih.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 8 ( sisi iblis )
And now, i find you
So close,
I feel softness in your heart
Like your skin,
Your smelt,
Feel like in the flower garden.
I feel your frightened
I understand it
I leave you
Follow the wind blow
With my tears.
Aku menatap jemariku. Masih teringat lembut kulitnya. Bibirku masih merasakan hangatnya dan lembut wajahnya. Masih tersamar bau tubuhnya. Membuatku ingin memeluknya.
“Aarrrggghhh... kenapa perasaan ku jadi begini?” gerutuku dalam hati.
Aku telah lama membuang perasaan itu. Sejak jiwa sang bidadari turun ke Bumi. Aku terbuang tempat yang jauh dan tak ada seorang pun menemani.yang ku inginkan kekacauan and kehancuran. Kegelapan yang menyirami perasaan ini. Dan aku tak boleh lemah lagi. Aku hanya ingin membunuhnya. Tak boleh ada rasa ini yang menghalangi.
Aku masih teringat saat itu.
Aku akhirnya tahu. Bahwa panglima prajurit penjaga pintu perbatasan dikirim ke bumi untuk menjaganya. Leluhurnya yang mengurungku dalam cepu itu adalah sang panglima prajurit yang saat itu menjadi sosok papa dari gadis titisan bidadariku. Aku selalu mengamatinya, kemana pun dia pergi. Lalu aq mencari tempat tinggalnya.
Kulihat sebuah rumah besar dengan taman yang indah. Pemandangan yang harmonis,cukup melukai mataku untuk seorang iblis. Aku bersembunyi di atas pohon yang rindang mengamati gadis itu. Sangat cantik, rambut panjangnya dimainkan oleh angin. Daun – daun mengodaku dengan suara gemersik nya. Dia menoleh dan menatapku. dia terperanjat saat melihat jelas sosok ku. Hampir saja dia memekik ketakutan. Aku segera turun menutup mulutnya dengan sigap.
“Ssssttt... Jangan takut” bisiku. Aku melepaskannya dan tersenyum.
“Kamu siapa?” dia bertanya.
“Aku iblis, apa kau tak takut dengan sosok ku?”
“Kau mirip objek lukisan papa. Kata papa aku harus menjahuimu. Kalau tidak aku akan kau mangsa.”
“Tidak, aku tidak akan melukaimu. Aku akan melindungimu.”
“Aku tak percaya”
“Bagaimana caranya supaya aku dapat membuatmu percaya padaku?”
“Aya..!!” suara seorang laki – laki.
“Itu papa ku. Kau kembali lah kesini nanti malam. Papaku tak ada di rumah. Aku menunggumu. Cepat pergi. Papaku tak menyukai sosokmu.” Pinta nya agar aku tak ketahuan oleh papa nya. Lalu ia masuk kedalam rumah menemui papanya. Aku mengamati sosok laki – laki itu dari kejauhan. Dan ternyata benar itu adalah sosok manusia dari sang panglima itu. Diriku menjadi geram.
Malam hari sesuai janji aku menunggunya di pohon itu. Dia pun menungguku. Menyambutku dengan seulas senyum.
“Kau benar – benar datang.” Sambutnya dengan seulas senyum.
“Kau ingin aku bagaimana lagi supaya kau percaya padaku?” tanyaku.
“Entahlah, tapi hatiku berkata. Aku percaya kepadamu. Di rumah aku sendirian dan kesepian. Aku tak punya adik.”
“Aku akan menemanimu.”
Dia menghabiskan malam itu dengan tertawa dan tersenyum. Canda dan tawanya. Sesekali aku menjahilinya. Bulan pun menjadi saksi atas pertemuanku dengannya.
Setiap hari saat papanya tak ada disampingnya aku menemuinya. Menemani dan melindunginya saat ada bahaya yang datang. Manusia lain tak dapat melihatku. Hanya dia yang bisa melihatku (begitu pula dengan papanya). Perasaan yang lalu tumbuh lagi. Ingin terus selalu bersamanya tanpa sembunyi – sembunyi. Kami melalui hari –hari dan tahun demi tahun yang indah.
Suatu hari, aku mengamatinya dari kejauhan, berlindung di pohon yang rindang. Mengamatinya. Aku memainkan dahan – dahan pohon. Dia menedengar suara gemersik. Dia menghampiriku dengan senyumnya yang menawan.
“ Aku merindukanmu..” katanya. Akupun turun dari pohon. Dan membelainya. Ia memelukku.
“Aku juga. Tapi sungguh kau tak takut padaku? Padahal kau tau tugasmu adalah membunuhku.” Aku masih mendekapnya. Wangi harum tubuhnya masih sama.
“Aku tau tapi aku tak peduli.” Semakin erat pelukannya. Rasa rindunya tak terbendung lagi.
Tiba – tiba...
“ HEI... ENYAHLAH KAU IBLIS!!!” seruan itu datang dari seseorang. Kami pun menoleh. Sang panglima.
“ Jauhi Aya! Aya, cepat jauhi dia!” perintahnya.
“Aku tak mau. Aku.. Aku mencintainya” Semakin erat ia mendekapku. Suasana makin geram. Angin pun yang semula tenang menjadi ribut. Sang panglima akhirnya geram. Kami pun bertarung. Kekuatan sang panglima tak dapat aku tandingi. Aku pun kalah. Sayapku terluka. Aku terkurung dalam cepu. Aku hanya merdengar tangisannya.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 9
Hari ini aku akan bertemu dengan Rika dan pacar barunya. Segera aku menyiapkan diri dan pergi menuju pasar kesenian. Selama didalam mobil yang melaju menuju tempat kami bertemu, aku selalu gelisah.
Sesampainya aku disana. Aku menyusuri pasar kesenian yang tampak lenggang dengan perasaan waspada.
“Hey...” Sapa Rika. Aku terlonjak kaget.
“Aduh, kamu mengagetkan ku. Untung jantungku ga copot.”
“Ah, biasa aja kali, non. Kamu kok kayak ketakutan gitu?”
“Enggak kok. Hehehe.”
Kami pun menunggu Cynn. Detik dan menit terlewati dan aku semakin gelisah. Lalu Rika beranjak sebentar untuk membeli minuman. Lalu ada seorang anak kecil menghampiriku membawa setangkai mawar merah.
“Ini untuk nona.” Gadis kecil itu memberikan aku mawar and selembar surat kecil dan berlari. Aku segera membuka surat itu dan membacanya. Tulisan merah.
Bagaimana? Indahkan?
Aku mewarnainya dengan darah orang yang kau sayangi.
Aku menjadi semakin ketakutan, siapa yang mengirimkan ini. Apakah iblis itu? Aku mengamati sekelilingku dengan seksama. Rika juga tak kunjung kembali. Aku terlonjak kaget.
“ Terr.. Terr.. “ Suara handphone ku berbunyi. Ada SMS dari Rika.
FROM: Rika cute ^^
TO : Sechet
Sent : October 19th, 17:30
Chet, aku ada di ruang pameran. susul aku kemari ya. :D
Cynn sudah disini.
FROM: Sechet
TO : Rika cute ^^
Sent : October 19th, 17:32
OK.
Segera aku beranjak menuju ruang pameran. Setiap langkah aku seperti merasakan kehadirannya. Bahkan hingga aku masuk ke ruang pameran perasaan itu semakin mengental. Aku menyusuri dan mencari – cari Rika. Ruangan ini begitu sepi. Hanya ada beberapa orang. Aku terus mencari Rika. Di ruang pameran lain. Aku menyibakkan tirai pintu. Rika bersama seorang pemuda. Berbadan tegap dan kulit putih yang pucat berbalut kemeja hitam. Mereka sedang berpelukan. Aku mundur perlahan dan berbalik tapi tiba – tiba lelaki itu menghalangiku. Aku mencium bau darah. Aku melihat wajah lelaki itu, menyeringai. Bibirnya merah merekah sedikit ternoda darah. Aku mengenali seringai itu. Iblis itu. Aku berbalik dan melihat Rika tergeletak di tengah ruangan itu, sebilah belati menancap di perutnya. Lantai bersimbah darah. Kepalaku terasa berat mencerna semua teka – teki ini.
“ Kau sudah menerima mawar itu kan? Cantik bukan warnanya..” bisiknya di telingaku.
“ Bagus kau membawanya.“ lanjutnya lalu meraih mawar merah tadi dari tanganku dan meletakkannya di dada Rika.
“Lihatlah! Kau yang memaksaku melakukan ini. Hahahahahaha...” Serunya, suara tawanya bagai petir yang menyambar. Seketika itu juga terdengar suara petir yang menyambar dengan dasyatnya. Dia menyeretku dengan sangat kasar.
“Tidak. Tidak. TIDAK!!!” Seruku. Air mataku turun dengan derasnya. Aku berlutut di depan tubuh Rika yang terbaring tak bernyawa.
“Kenapa kau bunuh dia? Kau harusnya membunuhku!! Sasaranku adalah aku!! Bukan Rika!!” Seruku lagi.
Dia berlutut di sampingku, menatapku lekat – lekat. Mencengkram wajahku.
“Kau tau. Kau lah yang telah membuatku begini. Aku tersiksa dengan semua ini. Aku ingin kau merasakan apa yang aku derita. Aku menyadari, kamu bukanlah lagi titisan bidadariku. Tapi kamu dikirim untuk membunuhku. Dan sebelum semuanya terjadi. Aku harus mengumpulkan semua tenaga untuk mengalahkanmu di hari saat penentuan. Meski aku harus bertarung denganmu, Titisan bidadariku. Diri ini sudah lama terbuang dan tersiksa. Hanya kegelapan dalam diriku karena aku terlahir dari kegelapan. Sudah aku buang semuanya. Aku ingin mengakhiri perang yang sudah lama terjadi karena aku dengan mu.” Iblis itu berkata dengan sangat geram padaku. Matanya memerah, sangat mencerminkan luapan kebenciannya padaku.
“Aku ingin kau merasakan bagaimana rasa sakitnya kehilangan orang yang kau cintai. Karena kau tak pernah merasakannya. Dan kau tau, aku selalu menunggumu. Ingatanmu tersegel. Tak kan pernah bisa mengingatku kembali. Aku mnunggu mu bertahun – tahun. Tapi aku harus menerima kenyataan pahit ini terus menerus. Aku akan membuatmu tersiksa dan terkalahkan dalam tanganku.” Desis nya, tetap menetapku tajam dan menusuk membuatku ngeri.
“Berarti kau tak benar – benar mencintai bidadari. Kau egois!!” desisku dalam deraian tangisku. Dia hanya menatapku dan menghilang.
------------------------------------------------------------------------------------
Berita kematian Rika yang janggal mengemparkan keluarga Rika, teman – teman, keluarga ku dan tentunya aku. Polisi tak lagi mengusut sebab kematian Rika. Belati yang menancap pada tubuh Rika tak ada sidik jari lain. Hanya ada sidik jari Rika, Tapi aku tetap brusaha bahwa dia dibunuh oleh si iblis itu. Banyak yang mencibirku, aku lah pembunuhnya. Bahkan, aku disebut gila. Tapi, mereka tak dapat menuntutku karena tak punya bukti yang kuat. Aku tak bisa menerima pernyataan dari kepolisian bahwa Kasus ini adalah bunuh diri.
Beberapa hari setelah kematian dan hari pemakaman Rika. Aku menguras tenagaku untuk meyakinkan semua bukti – bukti itu. Chiyo dan mama menemaniku. Mereka menghiburku. Saksi dari penjaga ruang pameran juga tak pernah melihat ciri – ciri pria yang aku maksud. Yang tertera di buku kunjungan hanya nama Rika dan aku yang menjadi tamu terakhir saat itu. Kamera CCTV di ruang kejadian juga saat itu rusak. Tak dapat mengetahui kejadian saat itu. Chiyo dan mama menemaniku. Mereka menghiburku. Keluarga Rika juga tak kalah terpukul dengan kematian Rika. Sebagian keluarga Rika menyebutku pembunuh. Orang tua Rika juga tak mengenal Cynn, pacar Rika. Bahkan mereka juga tak mengetahui Cynn adalah teman dekat Rika masa kecil. Mereka menyebutkan nama – nama lain yang tak aku kenal. Aku begitu lemah begitu juga kondisiku.
------------------------------------------------------------------------------------
Aku tergeletak lemah di ranjangku. Sungguh kondisi yang tidak menyenangkan. Lagi – lagi cuaca hari ini begitu suram. Petir menyambar – nyambar dengan lincah dan liar nya. Angin berhembus keras hingga aku dapat mendengar gemersik daun – daun pohon. Hari ini aku sendirian di rumah. Hanya Mbok Minah dan Pak Eko yang selalu sibuk mengurus rumah. Mama tugas ke luar kota untuk beberapa hari. Aku benci kesepian. Aku menoleh ke kanan. Terlonjak kaget melihat iblis itu berbaring di sampingku. Tersenyum memandangku yang lemah dan pucat.
“Hai, sayang. Rika kekasihku sudah pergi kubawa dengan tenang di alamku. Kau tenang saja.”Sapanya.
“Mau apa kau disini. Aku tak mau lagi melihatmu.” Kataku gusar. Dia membalikan tubuhku dan melompat ke atas tubuhku. Aku tak dapat berkutik, terlalu lemah untuk saat ini. Dia menyeringai puas.
“Kau harus membayar kematian Rika. Kenapa orang – orang tak dapat menemukanmu? Bahkan mereka menganggapku pembunuh, karena aku yang ada disana dan mereka juga menggangapku gila. Mereka tak percaya akan kesaksianku.”aku semakin geram.
“Hey, aku adalah iblis. Aku dapat menyusup dan mempengaruhi pemikiran seseorang. Itu hal yang mudah. Apa kau tak ingat? Hahahahaha.” Jawabnya santai.
“Aw.. sakit..” erangku. Dia tak peduli. Ia meraba punggungku dan menyentuh tanda lahirku.
“Kau sungguh tak sopan!” desisku. Ia hanya tertawa.
Deru nafasnya mengelitiki kulit pinggungku. Dia mengusap usap lembut punggungku.
“Mau apa kau? Pergi!” usirku. Dia tetap asyik meraba punggungku. Tak mengubrisku. Ia mulai menciumi tanda lahirku.
“Stttt....” dia mendesis memintaku untuk diam. Entah mengapa aku memilih diam. Tetap aku merasa risih dengan kelakuannya. Tapi aku tak dapat melawan. Aku merasa iblis ini benar – benar rindu pada kekasihnya. Dia merasakan lembut bulu matanya dan ia tetap menciumi dan mengusap lembut punggungku. Deru nafasnya makin menderu keras. Jantungku berdegup kencang. Tubuhku terasa panas.
“Arial....” iblis itu menyebutkan sebuah nama.
“aaarrrggghhh..” erangnya lalu melompat menjauh dariku. Aku tersentak kaget. Aku melihatnya geram.
“Aku tak mau melihatmu bersama dia!” geramnya. Aku membalikan badanku. Menatapnya takut dan tanda tanya besar, siapa yang ia maksud “dia”?. Ia menghampiriku. Aku menangkap sorot kesedihan dimatanya. Ia membelai rambutku.
“Kau tidurlah” bisiknya. Mataku terasa berat dan terlelap.
Samar –samar aku mendengar dia mengucapkan maaf.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 10
Hari ini aku kembali tercenung, mencerna setiap kejadian. Teringat perkataan si iblis. Ia menginginkan aku dan dia bertarung? Aku kalah dihadapannya. Aku tak punya kekuatan apa pun untuk melawannya. Aku teringat kembali dengan buku kuno itu. Sekali lagi aku membukanya. Berharap mendapat jawabanya. Lembar demi lembar aku membaca dengan seksama. Angin tiba – tiba berhembus kencang membalik kan lembar buku itu. Aku terperanjat. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Apakah si iblis datang. Ternyata tak ada seorang pun dan kembali mengamati buku itu. Aku melihat dengan seksama lagi pada gambar sebuah pedang yang berukir indah. Sepasang. Yang satu berwarna putih berhias batu putih, yang lain berwarna hitam berhias batu merah. Pedang yg hitam adalah milik si iblis. Pedang putih milik si bidadari. Hanya dengan pedang itu yang dapat membunuh satu dan lainnya. Nama pedang si bidadari adalah Archangels. Nama pedang si iblis adalah Devilish Blade. Tapi bagaimana aku bisa menemukan pedang itu, dan pedang itu berada dimana. Aku sungguh pusing memikirkannya. Aku menghela nafas dalam – dalam. Terlalu larut untuk memikirkan hal ini. Terlalu lelah dan aku pun terlelap.
------------------------------------------------------------------------------------
Lagi – lagi aku terbangun dengan sangat tidak menyenangkan. Suara petir yang sangat memekak kan telinga. Aku terbelalak kaget. Aku terbangun. Aku menatap ngeri pada mawar merah yang ada diatas ku. Mawar yang sama seperti saat kematian Rika. Firasatku sangat buruk pagi ini dengan cuaca yang sangat buruk pula.
“ Terr.. Terr.. “ Suara handphone ku berbunyi.
Segera aku raih handphone q. Dilayar handphone ku tertulis “Romi calling” dengan jantung yang berdetak kencang aku menjawab telepon ku.
“Halo. Ada apa, Mi?”
“Chet, Piko udah nggak ada.” Jawab romi diseberang sana dengan isak tangis.
“Maksudmu udah nggak ada apa,mi?” Tubuhku bergidik ngeri.
“Piko meninggal. Dia dibunuh! Salah satu tetangga apartement nya. Menemukan dia berlumuran darah di apartement nya. Kau cepat ke apartement, Piko.”
“Aku segera kesana.” Mengakhiri telepon ku.
Aku menatap ke pangkuan ku. Mawar itu sudah tak ada. Ternyata benar firasatku. Iblis itu membuatklu ingin membunuh nya. Dia benar – benar mengajakku bertarung. Segera aku menghubungi Chiyo. Dia tak kalah kaget nya mendengar berita ini dari mulutku. Aku segera bersiap – siap dan meluncur menuju apartement Piko.
------------------------------------------------------------------------------------
Suasana apartement Piko benar – benar ramai. Aku segera menemui Romi. Aku menemukan dia duduk dan ku lihat matanya sembab dan menahan tangis nya. Begitu ia menatapku. Dia langsung berdiri dan memelukku. Aku tahu saat ini hatinya hancur mengetahui Piko, pacarnya meninggal. Chiyo juga memeluk kami. Berusaha menghiburnya. Aku meninggalkan Chiyo dan Romi. Aku ingin tahu bagaimana kejadian nya. Aku menemui salah satu polisi yang bertugas disini.
Kejadian ini kali pertama diketahui oleh seorang tetangga apartement Piko, Calvin yang melewati ruang 502, apartement Piko. Calvin melihat pintu apartement yang ditempati Piko telah terbuka, Ia heran, kenapa pintu itu terbuka. Saat ia mengetuk pintu dan memanggil tuan ruang 502 itu, tak ada jawaban apapun. Calvin merasa aneh dan ia masuk ke dalam apartement. Calvin terperanjat ketika melihat Piko sudah terbujur kaku di atas kasur dengan berlumuran darah pada perutnya. Jendela kamar pun pecah. Calvin segera menelepon polisi. Saat dia kebingungan, ia melihat handphone Piko berbunyi dan mengangkat handphone nya yang ada diatas meja. Ternyata Romi yang saat itu menelepon. Calvin segera mengabarkan dan menjelaskan keadaan Piko. Polisi segera datang, memasuki dan memeriksa apartement Piko. Hingga Romi tiba, ia tak sempat melihat keadaan Piko yang terlebih dahulu dibawa jasad nya untuk pemeriksaan lebih lanjut. Disana hanya ditemukan mawar merah di atas dada Piko, sebotol minuman berakohol yang isi nya hampir habis dan belati menancap pada perutnya. Polisi sedang menyelidiki sidik jari pada belati itu.
Aku teringat kembali saat kejadian kematian Rika. Dia ditusuk dengan belati. Aku penasaran ingin melihat belati itu. Aku mencari – cari polisi yang berkeliaran disana. Aku melihat dari kejauhan. Belati itu, belati yang sama. Aku segera mencari orang yang bernama Calvin. Aku menemukannya, tinggi, tegap, sangat menonjol diantara orang – orang disini. Aku menyapanya dan ingin mengetahui kejadian itu dari mulutnya. Kejadian yang ia ceritakan sama persis dari polisi itu.
Lalu aku kembali menuju tempat Rika duduk. Ia masih tercenung. Chiyo pamit mencari minum untuk Romi. Aku memeluk Romi.
“ Chet...” panggilnya.
“ Iya,mi?”
“ Kemarin kami baru saja menghabiskan waktu berdua. Nonton, bercanda, dinner berdua. Dia tampak kelihatan bersinar bahagia. Aku benar – benar ga nyangka, dia pergi begitu saja. Aku ingin tau siapa pembunuhnya. Dia yang harus bertanggung jawab semua ini.” Romi kembali terisak. Aku tak dapat berkata apapun.
------------------------------------------------------------------------------------
Saat pemakaman Piko. Keluarga Piko dan Romi berdatangan. Keluarga Piko tinggal jauh dari Piko, sejak 3 tahun Piko bekerja di kota ini dan sejak Papa Romi ditugaskan di kota ini, Romi dan keluarga harus pindah. Papa, Mama Piko dan Romi saling menghibur dan sama – sama terpukul. Romi sudah lama mengenal keluarga Romi begitu juga sebaliknya, karena papa Piko dan papa Romi adalah teman baik, Piko dan Romi sendiri adalah teman dari kecil. Lalu, mereka dijodohkan dan seiring dengan waktu hati mereka bertaut hingga sekarang. Suasana pemakaman Piko benar – benar menusuk hatiku. Mama Piko benar – benar terpukul. Ia menangis hingga tak sadarkan diri. Romi terlihat sangat sedih. Air mata yang ditahan nya terus mengalir setetes demi setetes membasahi wajahnya yang tak berekspresi lagi. Kami benar – benar kehilangan Piko.
Aku merasakan, seseorang melihat dari kejauhan. Melihat dan mengawasi kami semua. Aku merasakan, iblis itu hadir disini. Aku melihat sekeliling, tapi aku tidak mendapati dia. Hujan mulai turun rintik – rintik. Satu per satu mulai meninggalkan makam Piko.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 11
Hasil sidik jari pada belati itu sudah keluar. Polisi menyatakan, Piko bunuh diri, karena sidik jari di belati itu hanya sidik jari milik Piko. Hasil kamera CCTV juga membuktikan, Tiba – tiba, pintu apartement terbuka dan tak ada orang yang masuk di apartement Piko. Kecuali, Calvin yang melihat pintu apartement itu terbuka. Kesaksian lain dari Room boy yang saat itu bertugas. Sempat samar-samar mendengar teriakan minta tolong tapi tidak didatangi karena tidak terdengar lagi. Polisi memastikan, Piko mabuk dan melemparkan gelas yang diminumnya ke arah jendela. Lalu bunuh diri. Jelas kami tahu, Piko bukan seorang peminum dan ia selalu berfikiran dewasa. Ia tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti itu. Romi langsung membantah hal itu. Papa dan mama Piko terperanjat mendengar pernyataan itu. Pak polisi langsung menenangkan mereka. Mereka pun juga tak dapat membendung perasaan itu. Terlalu banyak dipikiranku. Bingung untuk mencerna semua ini. Suasana menjadi kian ramai. Kasus ini pun lagi – lagi ditutup dengan pernyataan bunuh diri.
------------------------------------------------------------------------------------
Aku pulang bersama dengan Chiyo. Aku merenung memikirkan semua itu dan menatap pemandangan selama perjalanan pulang.kami terdiam hanya alunan musik yang terdengar. Aku merasakan tangganku digenggam oleh tanggan nya yang besar. Aku menoleh kearahnya. Dia hanya tersenyum. Ia kembali fokus menyetir. Aku kembali asik dengan pikiranku sendiri.
“ Bukan hanya kamu yang merasa semua ini aneh. Aku juga. Piko ga mungkin melakukan hal bodoh. Bunuh diri. Meski dia frustasi atau tertekan tapi dia bukan tipe orang yang membuang hidupnya sia – sia seperti itu.” Kata Chiyo memecah keheningan diantara kita.
“ Iya,yo. Aku ... “ ucapan ku terputus. Teringat akan iblis itu. Orang lain tidak bisa mengetahui keberadaan dia selain aku yang dapat melihat nya. Wajahku memucat.
“ Kenapa? “tanya chiyo. Lalu menggenggam jemariku yang dingin.
“ Kamu kedinginan ya? “ Tanya nya lagi.
“ Iya. Ini kita mau kemana?”
“ Ini pake jaket ku. Mau ketempat biasa. “
Aku segera mengambil jaket dari tangan nya dan segera memakainya. Pandangan ku tak sengaja menuju kaca spion. Aq melihat sekilas ada seseorang di belakang. Aku menoleh, tak ada siapapun. Aku melihat kaca spion itu kedua kalinya, tak ada siapapun. Keheningan kembali menyusup.
Aku rindu pada tempat ini. Sore ini masih terlihat cerah, padahal jarum jam tangan ku menunjukan jam6 sore, sungguh tak seperti biasanya.
“hem..” Chiyo menghela nafas dan tertawa kecil. Aku menatapnya terheran – heran. Chiyo semakin tertawa keras. Suasana berubah, aku tak sadar, kami sekarang memasuki hutan dan langitpun semakin gelap. Dinginnya AC mobil semakin menusuk kulitku.
Lalu dia menatapku. akupun menatapnya aneh. Mata itu, ya.. mata itu.. mata itu bukan milik Chiyo, melainkan milik iblis itu. tajam dan kejam meski tak berwarna merah.
“AWAS!!!!!!!!!!!!!!” teriak ku.
“BRAG.....!!!!!” kepalaku terbentur keras dan semuanya gelap.
------------------------------------------------------------------------------------
BAB 12
Kulit Putih itu,
Ternoda oleh darahmu
Merah segar menggiurkan
Ingin kuwarnai mawar ini
Dengan darahmu
Tercium aromanya,
Yang manis dan menggoda.
Itu hanya milikmu.
Kau hanya milikku.
Hati ini perih membisu.
Inginku akhiri semua ini.
Membawamu dalam kesunyian hati.
Mengisi dan obati luka ini.
Tapi, aku menggoreskan luka di hatimu.
Tangisan sunyimu menghujam jantung ini.
Asap mengepul dari mesin mobil. Aku mengendongnya. Tubuh yang lunglai tak berdaya. Darah segar kluar dari tubuhnya. Secepat kilat aku membawanya pergi dari situ.
“DUAR...” seketika itu juga mobil itu meledak.
“Maafkan aku membohongimu, Sayang. Aku bukan Chiyo yang lembut itu. Tapi sesungguhnya Aku adalah iblis itu. Aku menunggumu sekian lama, dan terima kasih kamu membukakan segel itu. Kita sudah sampai. Di istanaku.” Bisikku dengan seulas seringai yang menunjukkan taring tajam ku. Akupun tertawa puas.
-----------------------------------------------------------------------------------
Ku baringkan dia. Aku menjilati luka dan setiap tetes darahnya yang keluar dari tubuhnya. Sungguh lezat, menggiurkan. Ingin sekali meneguk seluruhnya. Kurasakan sebuah kekuatan menjalar diseluruh tubuhku, berbeda saat aku mendapatkan kekuatan saat aku menghisap jiwa-jiwa manusia. Sungguh menyenangkan. Tapi aku menahan nafsu memangsanya. Aku menciumi pipinya yang lembut itu. Tiba-tiba hati ini terasa sakit, dalam hati aku selalu bertanya-tanya, apakah aku telah mencintai manusia ini? Keluarganya yang turun menurun menyiksaku.
Aku menatap langit malam ini, begitu terang keemasan kemerahan, menambah suramnya malam. Aku rindu akan suasana ini, pertanda kekuatanku akan sedikit pulih. Aku kembali masuk ke gua, duduk disamping gadis itu, menunggunya bangun. Lukanya telah sembuh. Hanya hal terbaik itulah yang aku bisa perbuat. Dan hal pertama dan mungkin yang terakhir aku berbuat hal baik pada manusia. Kukecup keningnya, membelainya lembut.
“Bangunlah, buka lah matamu yang indah, aku merindukannya.” Bisikku.
Tapi tak kunjung juga dia terbangun. Aku meraih tubuhnya dan memeluknya.
“ Aku mohon, bukalah matamu. Aku mohon!”
Ini pertama kalinya aku merasa gundah dan kawatir.
“Mmm...” Erangnya. Akhirnya dia tersadar. Tak sadar hati ini begitu senang. Apakah ini namanya rasa bahagia itu? It’s the first time i feel like this with this girl.
“Akhirnya kau membuka matamu.” Aku menatapnya penuh dengan kegembiraan.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 13
“Mmm...” Aku tersadar, terasa pening sekali.
“Akhirnya kau membuka matamu.” Sebuah suara yang aku kenal. Aku menatapnya. Iblis itu ternyata. Tetapi ada yang sedikit berbeda dari tatapannya. Seulas senyum dan tatapan kegembiraan terlukis diwajahnya yang kaku dan dingin itu.
“Aku dimana?”
“Di istanaku.” Jawabnya dengan senyum yang hangat,.
Aku teringat akan kejadian terakhir. Aku bangkit dan ingin bertemu Chiyo. Tapi......
“Bruk”
“Tubuhmu masih terlalu lemah.” Katanya, dan dia menopang ku. Aku mencengkram lengannya sekuat tenagaku. Aku menatapnya tajam.
“Kau begitu membenciku ya...” katanya lirih, wajah itu kembali dingin. Tatapannya kembali tajam. Dia menjauh dariku
“Dimana Chiyo!” Seruku lemah.
“Kamu menyayanginya atau mencintainya?”
“Dimana dia? Aku jelas menyayanginya dan mencintainya. Dia tak seperti kamu, Iblis!”
Dia tak menjawab pertanyaan ku hanya tertawa, tawanya semakin keras.
“Kalau aku menjawabnya itu percuma. Karena kau takkan percaya dengan apa yang akan aku katakan. Kau tak pernah mempercayaiku bukan?” Jawabnya dengan nada yang dingin dan mengejek. Dia berjalan terus menjauh.
“Tunggu!!!” Seruku. Tapi aku tak digubrisnya. Aku mengumpulkan tenagaku, bangkit tetapi tak bisa.
“ Bruk” Aku terjatuh, aku memejamkan mata, tapi aku tak merasa sakit. seseorang menolongku, memelukku.
“ Terima Ka....”
Dia membalikkan tubuhku dan mencengkram kedua lenganku. Menatapku sangat tajam. Orang itu Chiyo.
“Lepaskan!, Sakit Chiyo...” erangku.
“Bodoh!”
“Kamu kok bisa disini?”
“Lihat baik-baik disana!” Bentaknya. Mataku terbelalak. Sosok itu berubah. Bukan Chiyo, tapi iblis itu yang menolongku. Sosok Chiyo berdiri dengan tatapan tajam. Senyumannya bengis.
“Hai, Sechet” Sapa Chiyo.
Aku menatap tajam dan penuh kebencian pada iblis.
“Apa yang kau lakukan pada Chiyo?” desisku.
Dia berdiri dan mengendongku. Mendekatkan aku pada Chiyo.
“Dia adalah aku. Aku dapat membagi jiwa dan menjadi siapa saja. Akulah yang selalu melindungi dan mendampingi kamu.” Bisiknya. Aku menatap Chiyo. Aku terperangah, kaget. Mereka berubah. Saat ini Chiyo mengendong aku. Yang berdiri di depanku adalah iblis.
“ Jadi bagaimana sayang? Hem...?” Tanya Chiyo.
“Aaaaaaaaaaaarrrrrrrggggghhhhh... hmmmppphhhh” Teriakku kesal tertahan, iblis itu mencium bibirku. Ciuman yang membara dan memaksa. Aku memberontak tetapi aku tak dapat menolaknya. Perlahan makin terhanyut. Dia membaringkan aku ciuman kami masih tertaut. Tipa-tiba ciuman itu terhenti. Ia mundur selangkah demi selangkah.
Aku terheran melihat reaksinya. Setetes airmata jatuh id pipiku.
“Maaf....” Kataku. Dia berlari menghilang.
Kusentuh bibir ini. Masih terasa hangatnya. Aku teringat akan sesuatu. Aroma tubuhnya sama persis seperti aroma tubuh Chiyo saat menopangku kala aku lemah. Setiap kali aku bertemu dengan Chiyo aku merasanyaman. Setiap aku bertemu dengan sosok iblis itu aku merasa takut tetap terasa dekat dan nyaman. Aku menangis sejadi-jadinya.
Aku terperangkap
Dalam jaring-jaring yang kau rajut.
Kau menyusup dalam kehidupanku.
Aku membenci sekaligus mencintaimu.
Tak kusadari dan membuatku terkejut.
Kau memberiku kesedihan.
Kau memberiku sejuta kebahagiaan.
Kau yang merengkuh jiwaku bagai bidak.
Ingin ku melawanmu,
Ingin ku membawamu dalam pelukku.
Kita bagai,
Api dan air.
Kita bagai,
Mentari dan Bulan.
Saling melengkapi tapi tak dapat bersatu.
Apa arti semua ini,
Hanyalah belati dan tangisan
yang dapat menyelesaikan ini semua
mengakhiri kisah ini.
Hari ini mungkin detik – detik terakhir hidupku. Aku menjalani hidupku dengan lesu. Sejak aku divonis mengidap penyakit leukemia. Dan hidupku hanya bertahan 8 bulan saja. Sejak saat itu pula teman – teman ku mulai menghilang satu per satu. Ah, entahlah kemanakah hatiku berpaling dariku. Dulu Sechet yang ceria dan optimis berganti menjadi Sechet yang pendiam dan memupuskan segala harapannya.
Hari ini aku berbaring di ranjangku. Melihat sekeliling merekam setiap sudut ruang. Aku bangkit berdiri memulai langkahku pagi ini menuju beranda. Pagi ini tak secerah biasa. Terlihat begitu mendung.
Wahai pagi,
Dimanakah senyumu?
Kemanakah matahari tersembunyi?
Ingin kuraih kau, menyinari diriku
Yang tak berwarna dan gelap.
Kulihat kesibukan Pak Eko dan Mbok Minah, begitu sibuk mengurusi taman. Hem...., ku hela nafas dalam – dalam dan beranjak dari beranda. Menuju ruang itu. Kakiku menuntun ku kesana. Kubuka pintu yang memisahkan kehidupan sehari- hari. Ruang misteri, tak ada seorang pun yang memaskinya, selain aku. Hanya aku yang tahu dan menyimpan kunci pintu itu. Entah berapa lama aku tak bermain dan asik sendiri dalam barang – barang peninggalan papa. Kubuka pintu itu. Udara pengap menyeruak dalam hidungku. Masuk menghampiri lemari tua itu. Ku buka perlahan, pintunya sangat kokoh namun rapuh termakan usia dan waktu.
“Ada barang menarik..” pikirku.
Ku temukan sebuah buku kuno berhias ukiran yang rumit. Oh, cantiknya. Kubawa buku yang berdebu dan tua itu, dan segera ku kunci kembali pintu ruang itu.
“Chet, kamu dari mana sayang?” tanya mama ku saat melihatku tak lagi berada di kamar.
Aku terperanjat mendengar suara yang lemah lembut itu. Segera aku menyembunyikan buku itu dibalik badan ku.
“ Nggak kemana – mana, Chet hanya bosan di kamar dan ingin berjalan – jalan saja.” jawab ku dan segera berlalu.
“Nak, kamu nggak sarapan?” tanya mama ku dan aku tak mengubrisnya. Pikiran ku telah dipenuhi oleh rasa penasaran pada buku itu. Aku mempercepat langkah ku menuju kamar sambil mendekap erat buku itu. Penasaran sekaligus terpesona.
Setibanya di kamar, ku kunci rapat – rapat pintu kamarku. Tak ingin diganggu siapapun. Kuamati dengan seksama buku itu. Semakin terpesona, semakin penasaran. Aku merasa buku itu penuh dengan misteri.
“Buku ini dikunci, bagaimana cara membukanya?” gumanku.
Aku memutar otak sekian lama, hasilnya aku tak menemukan jawabannya. Lelah dan kehabisan akal untuk mengetahui cara membuka buku itu. Aku memain-mainkan nya. Ku balik. Ku putar. Ku letakkan. Ku ambil lagi, lalu mataku tertuju pada sebuah lubang berbentuk hati.
aku melihat liontin kalung pemberian papa. Wow, ukurannya sama dengan lubang itu. Sekian lama aku mengamatinya, aku terhempas ke masa lalu.
------------------------------------------------------------------------------------
“Pa, kotak itu isinya apa?” tanyaku.
Kali ini aku berwujud seorang gadis berumur 8 tahun yang rasa ingin tau yang tinggi terhadap semua hal di dunia ini. Seulas senyum riang menghiasi wajahku.
Papa ku hanya tersenyum dan bersimpuh, supaya tinggi beliau sama denganku. Lalu ia memakaikan kalung berleontin hati berukir yang indah pada ku.
“Nanti, berikan ini pada anakmu kelak ya. Ini adalah benda peninggalan keluarga kita turun temurun” Kata papa ku lembut.
“Wah, indah sekali. Terima kasih,pa” Jawab ku riang.
Papa membelaiku lembut dan mengecup keningku dan aku memeluk papa.
------------------------------------------------------------------------------------
Ku buka mataku.
“Kenapa kenangan itu terasa begitu nyata?” tanya ku dalam hati.
Kutepis kenangan indah itu. Kumasukkan liontinku ke dalam lubang buku itu.
“ Ah, terbuka!” seruku riang.
Lalu mulailah aku menjelajahi selembar demi selembar buku itu. Tatapanku terpaku akan gambaran cepu. Entahlah, ada sesuatu yang ganjil. Aku teringat sesuatu.
------------------------------------------------------------------------------------
Ku temukan sebuah cepu klasi, begitu memikat hatiku saat pertama kali aku melihatnya. Aku menimang – nimangnya.
“ Duk duk!”
Aku kaget akan suara itu, cepu itu meluncur dari tangan ku dengan riangnya.
“Prak..”
“fiuh.., untung nggak pecah” gumanku lega.
Aku mengambil tutup dan wadah cepu itu, tetapi.... aku berfikir sejenak, terasa sesuatu menganjal.
“Kok terasa ringan, tidak seperti semula yang terasa agak berat? Ah, mungkin perasaan ku saja.”
Ku tepiskan perasaan ku. Tiba – tiba badanku menggigil kedinginan. Suasana terasa berbeda menjadi dingin. Lalu aku segera beranjak dari situ.
------------------------------------------------------------------------------------
“Ah, aku ingat! Cepu itu aku pernah menemukannya” kata ku dalam hati setelah teringat akan kejadian itu. Lalu aku membaca tulisan – tulisan itu dengan seksama.
“Jangan buka cepu itu! Berbahaya bagi hidupmu! Cepu itu mengurung iblis yang pernah memporak porandakan keluarga kita. Cepu itu disegel oleh para leluhur. Dan hanya orang terpilih yang dapat membuka cepu itu.”
Ku baca tulisan itu berulang-ulang, bulu kuduk ku berdiri dan tak percaya. Tapi.................
------------------------------------------------------------------------------------
Ku berjalan menuju ke taman. Lalu duduk dikursi dengan nyaman ditemani segelas orange juice yang menyegarkan. Masih teringat tulisan peringatan itu. Memang sejak kejadian terbukanya cepu itu banyak hal aneh. Salah satunya papa ku meninggal secara tak wajar.
Sebelumnya ayah sering terlihat ketakutan dan khawatir. Ayah juga sering terdengar bertengkar entah dengan siapa. Ada bercak darah dilantai.
Ketika aku dan mama menyusuri bercak darah itu. Kami terperanjat dan tangisan kami membahana setelah menemukan tubuh papa kaku tanpa ada luka sedikit pun disekujur tubuhnya. Kami menyepakati untuk menutupihal tersebut dan menyatakan ayah telah tiada, sudah saatnya dipanggil kembali oleh-Nya.
Setiap malam aku selalu mendoakan papa agar papa tenang di Atas sana.
Dimanapun aku berada, aku merasa selalu diawasi.
Disela – sela detik
Terasa seseorang mengawasi diriku.
Mencarinya sosoknya
Seperti mencari angin....
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 2
“ Dimana ini?” tanyaku.
Ku lihat sekeliling rumah tua tak berpenghuni, udara lembap menyeruak menusuk hidungku. Disini gelap tak ada penerangan, hanya cahaya – cahaya petir yang dapat membuka mataku dalam gelap. Aku melihat bayangan, begitu cepatnya. Rasa takut mengiris mencekam, tapi rasa keingin-tahuan ku tak terkalahkan. Ku kejar bayangan itu tapi tak dapat juga.
“Ah...........!!” teriakku.
Ku terjerembab, lalu kutemukan cepu itu di hadapanku tak bertutup. Tiba–tiba aku dicekik dari belakang. Aku meronta sekuat tenaga, tangan itu begitu dingin terasa dileher ku. Akhirnya, aku terlepas dan menoleh kebelakang, tak ada siapapun. Aku berlari dan terus berlari, aku tak menemukan jalan keluarnya. Kumasuki ruang satu persatu. Ku terpaku pada sebuah lukisan.
“Lukisan papa...” kataku lirih.
Sebuah lukisan dengan sosok yang tampan dengan sayap kelelawar hitam pekat simbol kegelapan menengadah. Matanya begitu tajam dengan warna merah segar, sesegar darah. Tubuhnya hanya terbalut kain merah semerah matanya dan memeluk lututnya seperti terkurung dan aura merah merekah bercampur dengan hitam melambangkan kekejaman dan dendam.
“ Duk duk duk duk duk duk“
Suara derap langkah yang cepat. Secepat mungkin aku berlari menghindarinya. Tetap saja derap langkah liar itu terdengar semakin jelas. Ku semakin percepat langkahku. Tubuhku terasa dingin dan suasana makin mencekam. Ku temukan sebuah ruangan sepertinya aku mengenal tiap sudut rumah ini, tapi entah rumah siapa, begitu berantakan. Secepat mungkin dan tak berfikir panjang lagi aku masuk ke ruangan itu dan menutupnya. Tapi, seperti ada dorongan kuat dari luar pintu itu.
“Tak kan ku biarkan kau masuk!” teriakku.
Aku bersih keras untuk menutup pintu itu. Aku terus melawan sekuat tenaga.
“ PERGI KAU!!” teriak ku lagi.
Ia terus mendorong pintu itu dan memaksa ku.
“TOLONG!!!!!!!!!!” jeritku.
------------------------------------------------------------------------------------
“ARRGGGHHHH!!” teriakku.
Ku terbangun dengan sangat-amat-tidak-menyenangkan. Mimpi itu terasa nyata, mengerikan sekali!
“ Tok tok tok” pintu kamarku diketuk.
Aku melompat kaget. Wajahku memucat, keringat ku terasa dingin.
“Kamu nggak apa–apa, sayang?” tanya mama, panik menyelonong masuk ke kamarku.
“Nggak apa,ma. Chet hanya mimpi buruk.” Jawab ku sekaligus lega.
“Ayo minum dulu”
Lalu mama menyuguhkan ku segelas air mineral dan aku meneguknya perlahan.
“Tok tok tok” suara pintu kamarku diketuk lagi.
“Masuk!” perintah mama.
Dibukanya pintu itu. Oh ternyata, Mbok Minah membawakan sarapanku.
“Ini non, sarapannya.” Kata Mbok minah sambil meletakkan meja kecil itu diatas ranjangku.
“Makasih.” Kataku dengan seulas senyum.
“Sama-sama, non. Permisi”
“Mama tinggal dulu ya, sayang” pamitnya. Mama membelaiku dan mengecup keningku dan melenggang meninggalkanku.
Dengan malas kulahap roti itu dan kuteguk segelas susu. Tenggorokanku terasa pekat setelah meneguk segelas susu tadi, ingin ku raih gelas berikutnya yang berisi air putih. Betapa mengejutkan! Warnanya berubah menjadi merah darah!!. Aku ketakutan, aku mengucek mataku.
“Ah, cuma khayalan saja.” Kataku dan segera kutepis pengelihatan tadi dan kuteguk cepat air itu.
“Tok tok tok”
“Masuk!”
“Hi! Surprise!!”
Ah, betapa senangnya Rika datang bersama Piko, Romi, dan Chiyo pacarku.
“Kalian kemana saja sih? Aku kan kangen.” Gerutuku.
“Maaf dech, nih buat kamu” kata Rika dan Romi menyerahkan super big teddy bear padaku.
“Wah, Makasih ya...” ucapku riang dan memeluk teddy bear itu.
“Iya, sama sama” kata Piko yang sudah mendarat duduk di sebelahku.
“Kamu sudah mandi belom?” tanya Rika.
“Belom, kan baru bangun. Hahahaha.”jawab ku.
“Pantas, dari tadi ada bau bagaimana... “ledek Chiyo. serentak seiisi penghuni kamar tertawa.
Rika mengangkat meja sarapanku dan Piko menariku, membimbingku ke kamar mandi.
“Nih, handuknya.” Chiyo melemparkan handuk tepat sasaran, yaitu tepat di muka ku.
“Awas ya.” ledek ku.
Lalu aku langsung menutup pintu dan memulai ritual mandi. Air hangat dari shower merambati dan menguyur seluruh tubuhku. Terasa segar dengan busa sabun yang lembut beraroma jeruk membersihkan seluruh tubuhku. Tiba – tiba entah darimana udara dingin menyusup pori – pori kulitku. Terdengar deru nafas yang mengelora, aku mencari sumber suara itu dan semakin lama semakin keras. Badanku semakin mengigil dingin.
“Siapa itu?” suaraku memecah keheningan.
Dengan cepat aku mengeringkan badanku dan berganti pakaian mandi. Segera aku keluar dari kamar mandi. Suasana di kamar pun hening, tak ada siapapun. Ku menoleh cepat dan menangkap sepuah bayangan yang melesat cepat. Kubuka tirai jendela. Tak ada siapapun.
“krek..” pintu kamarku terbuka aku menoleh cepat kaearah itu.
“Eh, udah selesai mandinya. Kok belom ganti sih?” kata Pika.
“Iya bentar.” Jawabku singkat. Perasaan ini tetap tak tenang tapi ku lemparkan seulas senyum pada teman ku.
Piko menutup pintu itu memisahkan aku dan dia. Dengan cepat aku memilih baju dan memakainya. Hatiku risau lebih baik aku membelakangi cermin. Aku berbalik. Ku temukan sosok yang mirip dengan objek lukisan dimimpiku. Kepalaku terasa berputar akan mimpi itu dan makluk dihadapanku ini. Suasana terasa mencekam.
Aku melangkah mundur.
Ia hanya menghujamku dengan tatapannya. Diam mencekam.
“Kriet” pintu kamarku terbuka kembali. Aku mengalihkan pandanganku.
“Ayo cepat!” kata Chiyo gemas menungguku sedari tadi. Lalu kembali menatap cermin. Ku termagu, hanya bayanganku disana. Aku melambaikan tangan,begitu juga bayanganku. Ku tepiskan kejadian itu dan langsung menuju ke ruang tamu bersama Chiyo, pacarku. Chiyo dan teman – teman ku lah yang tau bahwa aku menderita leukimia dan mereka tak meninggalkanku. Mereka terus memberikan ku cinta dan semangat padaku.
“Eh, kalian.. “ kata – kata ku terputus.
“Udah, kita dapat ijin sama mama mu kok.” Potong Chiyo lembut sambil membelai ku.
“Ayo berangkat!” seru Rosi dengan semangat.
“Ayo!” ujarku tak kalah semangat.
Kamipun berangkat menuju pameran kesenian.
------------------------------------------------------------------------------------
Tak terasa petang menjelang. Kami tetap asyik disana dan berpencar mencari barang – barang yang kami sukai. Aku sendirian disini. Berbagai pernak – pernik lucu disini. Aku menikmati setiap situasi yang ada. Sudah lama aku tak melihat kerlap kerlip lampu yang cantik serta keramaian.
“Yang ini saja,pak” kataku sambil menyerahkan gelang kayu yang lucu.
“Ini aja non? Ada yang lain?” tanya bapak penjual.
“Tidak”
Lalu ia memberikan bungkusan itu dan membayarnya. Aku kembali menyusuri dan menikmati pasar seni. Meski situasi ramai. Entah, firasatku mengatakan bahwa aku sedang diawasi. Aku menyapu seluruh sudut tempat itu dan bergegas menuju tempat lain. Tetap saja perasaanku tak tenang, meski aku berusaha menepisnya rasa itu semakin kuat.
Aku kembali ke ruangan pameran lukisan tadi. Semakin kental rasa itu dan kembali mengamati sekelilingku. Aku terperanjat dan pucat. Aku menemukannya. Sosok itu dengan penampilan lain. Matanya hitam pekat dan tajam, tak merah seperti di mimpiku. Misterius. Ia tak punya sayap kelelawar, ia berwujud manusia! Sekali lagi, ia tak hanya berbalut kain merahnya, ia berpakaian layaknya manusia. Dan satu lagi ia tetap menawan dengan aura nya. Rasa takut sencekikku, tak mampu berkata-kata. Aku berlari menuju pintu keluar, tapi tangannya yang dingin dan kuat mencegahku, rasa takut mengerogoti hingga aku terkulai lemas hampir terjatuh, ia menopangku dengan sigap. Mata kami bertemu, dengan sekali ketukan tangannya.
“Tik.”
Badanku terasa lemas dan semuanya menjadi gelap.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 3 ( sisi iblis )
“Akhirnya ku dapatkan engkau” kataku hampa dan menghilang. Seulas senyum kemenangan terukir di wajahku, kaku dan pucat. Aku mengendong seorang gadis mungil yang terlelap. Wajahnya cantik dan polos. Dengan ringan aku terbang menuju tempatku. Tempat yang gelap dan tak ada yang dapat menemukannya. Dunia yang gelap, kekuatan gaib yang kental terasa. Memasuki gua ku yang tak lain rumahku. Sudah lama aku tinggalkan. Wujudku kembali seperti semula. Terasa aneh bila wujud ku berlama – lama berpakaian layaknya manusia. Tak terbiasa. Mataku kembali merah merekah. Dibalik senyumku tersimpan taring tajam yang menonjol. Semakin terlihat diriku yang penuh kekejaman dan bengis. Ku baringkan gadis itu dan meninggalkannya.
Tak lama gadis itu terbangun.
“Uugh.. pusing sekali, dimana aku?“ katanya lirih.
Kepalanya terasa pusing. Pandangannya kabur dengan lemas ia berusaha turun dari tempatnya. Berjalan sempoyongan, mengikuti kaki nya menuntunnya. Ia tiba disebuah ruangan gua itu. Hanya ada penerangan lilin – lilin. Samar – samar ia mendengar suara itu, begitu juga suara nafas yang menderu. Langkahnya mencari – cari sumber suara itu. Semakin lama suara itu tak terdengar lagi. Langkahnya terhenti ia memandang sekeliling. Betapa terkejutnya aku melihatnya , begitu juga dia saat seperti ini. Aku sedang melahap makan malam ku. Menghisap darah segar seorang gadis lainnya. Aq menatapnya tajam. Ia melangkah mundur dan ku menghempas mayat itu. Ia memucat ketakutan dan berlari. Aku segera mengejarnya. Ku remas bahunya dan menghempaskannya di dinding, tak kan ku biarkan ia berlari jauh keluar dari sini. Ku hampiri dia yang mengerang kesakitan, ku tatap matanya lekat – lekat. Seakan aku ingin memangsanya. Ku lepaskan gadis itu dan beranjak dari hadapannya.
Kurasakan tangan mungil itu menggengam tanganku, membuatku berbalik berhadapan dengannya.
“Siapa kamu sebenarnya?” tanyanya lirih.
Aku ingin menjawabnya, tapi kutepiskan tangannya. Ia hanya menatapku.
------------------------------------------------------------------------------------
Aku duduk dan termenung. Entah setiap kali aku memangsa manusia untuk kuteguk darahnya agar aku bertahan hidup dan memulihkan tenagaku. Tetapi, ketika aku bertemu dengannya rasa dahaga ku hilang menguap begitu saja dan jantung ini berdegup kencang.
“AHHHHHHHHH!!!!”
Terdengar suara teriakan gadis itu menyambar bagai petir ditelingaku. Dengan cepat kakiku menarikku menuju sumber suara, teriakan itu makin keras. Aku menghentikan langkahku didepan ruangan yang mana bagi manusia sangat mengerikan. Penuh dengan tulang belulang korbanku. Langsung aku mendapatinya menangis dan membawanya keluar dari situ. Setelah berjalan cukup jauh, gadis itu masih terisak memelukku erat. Jantungku berdegup kencang sekali.
Sekarang kami berada diluar, ku ajak dia terbang menuju suatu tempat, agar ia tak menangis lagi.
Air matamu
Seperti sebilah pisau,
Menyayat – sayat hatiku
Kumohon berikan senyum mu
Hanya padaku.
Jangan lah takut akan ku.
Teruslah peluk aku
Tuk melepas rasa ini.
Pemandangan malam di duniaku berbeda, bulan kali ini tak menyembunyikan sinarnya, ku dudukan gadis itu diatas batu besar dan aku duduk disampinya.
Menikmati lukisan agung,
Awan enggan menutupi bintang
Bulan menyinari tubuh ini
Tak sekelam kelabu lagi
Ia terus memandangiku dan jantungku mungkin hampir sama seperti gunung yang akan meletus. Aku jadi salah tingkah.
“Kenapa kau tak memangsaku?” tanyanya memecah keheningan.
Lagi – lagi aku hanya diam menatap langit. Senyap terasa.
“Tolong jawab aku” katanya lirih.
Hatiku jadi tak menentu. Ia memandangiku lekat – lekat.
“Kenapa kau tak memangsaku? Siapa kau sebenarnya?” tanya nya lagi tak sabar. Aku hanya menghela nafas.
“Ayo jawab aku.” Rengeknya dan menarik lenganku.
Emosiku tak lagi terkontrol. Aku menatapnya tajam. Aku melihatnya berkaca – kaca. Ku kepalkan tanganku keras. Lalu aku terbang secepat kilat. Pikiranku tak menentu dan kembali kesana dengan kecepatan tinggi. Entah mengapa emosi ku meluap. Aku menghempaskan tubuhku padanya menatapnya. Merekam setiap detil wajahnya. Kudapati ia menangis. Emosiku semakin meluap. Aku mencengkram ke dua lengannya.
Ingin kumiliki
Merindunya
Tetapi,
Kami bagai api dan air
Takkan pernah bersatu.
Kuusap airmatanya.
“Tolong jawab aku” dia memohon.
“Kamu akan tahu dengan sendirinya semua pertanyaanmu” akhirnya aku meninggalkan tanda tanya besar pada gadis itu.
“ Sekarang tidurlah.”perintahku.
Dalam satu cetikan menghantarnya pada tidur yang lelap.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 4
Ku buka mataku perlahan. Sinar matahari pagi menyusup dari jendela kamarku. Samar – samar kulihat wajah mamaku dan menoleh ke arah lain. Kulihat Chiyo, wajahnya sangat khawatir sekaligus senang.
“ Sayang, kamu nggak apa – apa?” tanya mamaku panik dan membantuku duduk.
“Maafin aku, ninggalin kamu sendirian” sesal Chiyo dan memeluk ku.
“Bukan salah Chiyo, aku yang keasikan jadi nggak nyadar aku jalan sendirian.” Jelasku.
“Tok tok tok”
“Masuk!” perintah mama.
“Non, ayo makan dulu. Permisi” kata bibi dan meletakkannya diatas ranjangku lalu pamit.
“Mama suapin yah” tawar amamku.
“Enggak usah tante, biar saya saja.” Tawar Chiyo.
“ Ya sudah, mama keluar sebentar ambil obatmu ya. Makan yang banyak.” Kata mama.
Aku hanya mengganguk.
“Chiyo, tante keluar dulu ya” pamit mama pada Chiyo. Chiyo mengangguk sopan.
“Ayo buka mulutnya, aaaa....” kata Chiyo sambil menyuapiku dan aku makan dengan lahapnya. Badanku masih terasa lemas.
Dibalik kemesraan itu ada seseorang yang tersayat hatinya. Sedari tadi mengamati mereka berdua.
------------------------------------------------------------------------------------
Cuaca hari ini tak begitu ceria, bahkan hari ini hujan deras diikuti kilat dan petir. Berharap malam ini ada yang mau menemaniku. Dalam cahaya kilat, aku menangkap bayangan seseorang, dengan perlahan aku melangkah dan melihat siapakah gerangan.
Hampir saja aku memekik, ia datang kembali. Badannya basah kuyup. Entah ada keberanian dari mana menyusup pikiranku, ku ajak ia segera masuk.
“Tunggu aku!” perintahku.
Aku memasuki kamar mandi dan segera mengambil handuk bergegas menghampirinya kembali.
“Duduklah, ku bantu mengeringkan tubuhmu”
Kuusap wajahnya lembut dengan handukku. Ia mengeram marah, melawan.
“Tenang lah, aku nggak akan menyakitimu, malah mungkin kamu yang akan menyakitiku.”
Ku ukir seulas senyum diwajahku dan tetap melakukannya. Ia terdiam tak lagi marah. Ku usap punggungnya dengan hati – hati, sayapnya yang terlipat rapi disana. Setelah selesai Ia hanya mencetikkan jarinya dan dengan seketika tubuhnya kering kembali.
“Ngapain susah payah aku membantunya mengeringkan tubuhnya” batinku.
“Terima kasih, kau bersusah payah dan peduli padaku” katanya seakan-akan membaca pikiranku.
Ia berjalan menghampiriku, aku mundur selangkah demi selangkah, hingga tak dapat lagi karena kembali melenyapkan langkahku pada dinding yang terasa dingin menggelitik punggungku. Aku begitu dekat dengannya. Kurasakan ketakutan menjalar, kupejamkan mataku. Aku merasakan kelembutan tangannya mengusap wajahku dengan perlahan, kubuka mataku dan memandangnya. Dingin.
“Kamu siapa? Mengapa kau selalu ada dimanapun aku berada? Apa aku punya salah padamu?” tanyaku lembut
“Tidak ada, dan aku bukan siapa – siapa” jawabnya datar dan berpaling dariku.
Ia berjalan menuju beranda. Hatiku berkata ia akan pergi. Entah ada dorongan apa yang membuatku berlari dan memeluknya, mencegahnya pergi. Ia berpaling menatapku. Wajah tanpa ekspresi itu menatapku dalam – dalam. Aku tersadar dengan apa yang aku perbuat.
“Maafkan aku telah lancang, maafkan aku” kataku lirih dan tertunduk melangkah mundur.
“DEBUG”
Ia menyerangku hingga terjatuh, ia diatas ku mencengkram tanganku, mata ku terpejam dan ketakutan. Lagi – lagi ia membelaiku. Tangannya yang kekar dan kuat itu mencengkram kuat. pikirku, aku akan dimangsanya.
“Kenapa kau ketakutan padaku?”
“Apa aku begitu menakutkan bagimu?” mulai terlihat gusar.
“Maaf”
“Aku mengerti” katanya dan melepaskan aku. Kulihat ia benar benar akan pergi. Aku terduduk memeluk lututku menagis. Ku benamkan wajahku.
“Mengapa kau menangis?” tanyanya berlutut dan mengangkat wajahku.
“Kau kesepian?” tanyanya lagi, mengusap airmataku. Aku merasakan dingin dan kakunya tangan itu. Aku hanya mengangguk.
“Banyak orang menyayangimu, tak seperti aku.”katanya.
“Sekarang tidurlah”
Saat itu juga mataku terasa berat dan terlelap.
-----------------------------------------------------------------------------------
Pagi ini begitu cerah tak seperti kemarin. Aku mengerjapkan mataku. Silau karena cahaya matahari yang menembus tirai. Sejenak aku berfikir, 4 bulan lagi aku akan berusia 19tahun dan itu artinya waktuku akan cepat berlalu. Aku berdoa.
“Tuhan, Engkau Maha Pemurah dan Pengasih. Saya tahu sebentar lagi saya akan berada disisiMU. Tapi kumohon, berikan saya hidup hingga genap usiaku. Hanya itu saja yang aku minta sebagai hadiah terakhir dariMu untukku. Terima kasih atas semua yang kau berikan padaku. Amin.”
Setelah berdoa, aku mendapati makhluk itu menatapku.
“Ikut aku!” perintahnya.
Aku bangkit berdiri dan masih mengenakan piyama. Aku bertanya-tanya, akan dibawa kemana aku.
“Jangan bertanya, kita tak kan punya banyak waktu.”
Aku terperanjat kaget, dia tau apa yang aku pikirkan. Aku mendekat padanya dan memejamkan mataku.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 5
“Buka matamu, kita sudah sampai” perintahnya.
Ia berjalan mendahuluiku, tempat ini begitu seram dengan obor – obor sebagai penerangannya, aku takut dan tak ingin jauh – jauh darinya. Ia membuka sebuah pintu kayu dan aku ikut memasuki ruangan itu, kulihat ia mengibaskan tangannya dan pintu tertutup.
“Kemarilah, aku ingin menunjukan sesuatu padamu.”
Ia membuka penutup kain merah yang besar. Sebuah balok es besar, didalamnya terdapat seorang bidadari cantik. Kain putih membalut tubuhnya, sayap putih yang indah. Ia seperti terlelap.
“Dia kekasihku” katanya memecah keheningan.
“Benarkah?” tanyaku.
Ia hanya mengangguk, matanya tersirat kepedihan.. disentuhnya balok es itu. Seakan ia ingin memeluk sang bidadari. Kurasa ia begitu merindukanya.
“Apakah kau merindukannya? Apa ia tertidur?”
“Iya. Tapi dia bukan tertidur, ia telah tiada.”
Kutatap sorot matanya, rasa marah dan dendam terpancar. Lalu ia menarikku keluar dari situ. Kasar.
“Lepaskan aku! Sakit!” rontaku.
Ia menoleh kearahku tajam sekali. Rasa benci yang mengelora. Aku terus meronta kesakitan. Ia tetap menyeretku menuju ruang yang lain. Ia melemparku kasar, aku kesakitan, sangat sakit bahkan. Ia menghampiriku, aku meringis kesakitan.
“ Kenapa kau marah padaku?” tanya ku hampir menangis.
“Karena leluhur keluargamu lah yang membuat kekasihku meninggal!!!” Iblis itu marah dan mencekik ku.
“Aaaaah......Sakit.. Lepaskan Aku...” pintaku pelan dan butiran airmataku tak dapat kubendung lagi. Suasana kian mencekam.
Sorot matanya mulai melembut, merenggangkan tangannya di leherku dan ku gunakan kesempatan itu untuk melarikan diri, tapi dengan sigap ia menarikku, kami beradu tatap. Sorot mata kejam itu muncul kembali. Aku meronta dan berhasil...
Aku berlari sekuat tenaga meski aku tak tau jalan keluarnya. Cahaya remang – remang manghalangi pandanganku. Ia menggapaiku dan mendapatkan bajuku, ia merobeknya. Aku tak peduli, terus berlari. Dengan ganas nya ia mengejarku. Aku masuk ke salah satu ruangan dan berusaha menutup pintu itu tapi ia terlalu kuat. Aku terlempar, sekali lagi aku menjerit kesakitan sekaligus kelelahkan. Ia menutup pintu itu. Cahaya obor semakin kecil semakin gelap. Semakin mencekam dan terancam. Aku berusaha menjauh. Tapi tertahan oleh dinding. Ia menahan dan mencengkram kuat kedua tangan ku dan merobek bagian depan bajuku.
“Lepaskan aku...”
“Apakah kau benar – benar keturunan ke 1363?” tanyanya garang.
“Aku tak tahu..”
“Aaarrgghhh....” Ia menghempaskan aku.
Keringat dingin membasahi tubuhku yang terbaring telungkup. Ia ia mendapatiku tapi aku tak bisa melawannya lagi. Terlalu lelah, kemudia ia mengusap punggungku lembut.
“Kenapa kau yang mempunyai tanda itu?”tanyanya.
“Tanda apa?”
“Tanda ini dipunggungmu.”dia menyentuh tanda lahirku di punggungku lembut. Aku merasakan hembusan nafas nya yang bergelora. Ia mengecup tanda lahirku.
“Itu tanda lahirku” jawabku lirih. Ia mulai geram kembali.
“Kenapa harus kamu?! Kenapa!!” teriaknya lalu berlari meninggalkanku yang kelelahan melawannya. Aku terbaring lelah dan berusaha bangkit, aku berdiri perlahan dan berjalan perlahan, kepalaku sangat pening, mataku berkunang. Samar- samar aku melihat sosok seseorang tapi tak tahu siapa itu. Aku terjatuh dan tak sadarkan diri.
------------------------------------------------------------------------------------
Kubuka mataku, auww... badanku terasa sakit. Siksaan itu terasa nyata. Kulihat bajuku tetap utuh dan basah karena keringat. Lelah sekali.
Terhuyung – huyung aku berjalan. Badanku semakin lemah. Kepalaku pusing dan aku terjatuh.
------------------------------------------------------------------------------------------
Bab 6 ( sisi iblis )
Kerinduan hati menusuk jiwa
Mencarinya disela detik dan menit
Juga disetiap jam
Untuk mencarimu....
Langit ini tak pernah pagi. Hanya malam menemani hari – hariku. Aku terpaku mengingat kejadian itu.
Mengapa rasa cinta itu ada?
Mengapa rasa benci itu ada?
Dan mengapa saat ini keduanya mewarnai hidupku
Sejak hari itu?
Aku diciptakan kegelapan
Mengapa aku merasakan getar cinta?
Menyebalkan!
Aku begitu membenci keluarganya dan harus membunuh keturunan ke 1363, yaitu gadis itu. Tapi ia memiliki tanda itu yang berarti dia adalah titisan dari bidadariku. SIAL!!
Keturunan ke 1363 adalah kunci kebinasaan keluarga itu. Bila aku meneguk darahnya maka aku akan memiliki kekuatan yang tak tertandingi. Tapi bila aku membunuh gadis itu. Aku tak kan bisa memulihkan bidadariku. Sekali lagi, SIAL!!!
------------------------------------------------------------------------------------
Seorang calon bidadari yang akan menjadi seorang bidadari sejati harus menebarkan kasih sayang, kedamaian dan cinta. Di dunia yang lain, seorang calon iblis yang akan menjadi seorang iblis sejati harus menggangu tugas calon bidadari tersebut dan menyebarkan segala yang terbalik dari tugas calon bidadari agar ia lulus menjadi iblis.
Aku selalu membuntutinya saat dibumi dan menggagalkan semua rencananya. Disaat itu pula aku merasakan getar yang aneh. Dan bagiku itu sangat menggangu.
“Apakah ia merasakan getaran yang sama?” pikirku.
Bunyi germisik dedaunan mengusik kesunyianku. Sosok gadis dengan kedua sayapnya yang putih menghampiriku. Aku terpaku melihatnya.
“Mengapa kau memasuki wilayahku? Apa kau tak takut?” aku bangkit dan mendapatinya mundur selangkah demi selangkah setelah melihat sosok ku. Akhirnya langkahnya terhenti terhalang dinding. Aku mencengkram bahunya. Ia tampak sedikit ketakutan. Kuhirup menyusuri aroma tubuhnya yang menyeruak dihidungku. Hemmm..... begitu lembut dan wanginya.
“ Apa kau tak takut padaku?” tanyaku sekali lagi. Tetap menikmati aroma tubuhnya.
“Tidak!” jawabnya tegas disela – sela ketakutannya. terdengar jelas bergetar suarnya.
“Aku malah ingin membunuhmu!” serunya. Kulihat belati yang terjatuh di tanah. Kulepaskan dia. Mundur beberapa langkah.
Rasa hancur hati berkeping,
Seperti belahan cermin
Meraihnya hingga berdarah
Tak kan pernah bisa jadi utuh...
“Bunuh aku sekarang!” perintahku. Ia mengambil belatinya.
“Ternyata kau.. Tak sekedar menjadi penganggu!, tapi kau.......” si bidadari terus mendekatiku perlahan. Aku terpejam dan pasrah dengan apa yang akan ia lakukan dengan belatinya.
“ Srak!!” ia membenamkan wajahnya ke dadaku dan memelukku.
“ Kau mencuri hatiku” lanjutnya lirih. Membuang belatinya.
Aku mengangkat wajahnya dan membelainya lembut, memberinya seulas senyum di wajah kaku ku. Ku tepikan butiran air matanya yang meluncur membasahi pipinya yang lembut dan mendekatkan wajahku padanya, semakin dekat, semakin dekat dan menciumnya......
Seketika itu tubuhnya lemas. Banyak guntur yang menyambar –nyambar dengan liarnya. Angin menjadi ribut dan bertiup makin kencang. Dewa pun datang. Ia mencengkram lengan bidadariku dan aku ditahan oleh prajuritnya.
“Kau akan kekal abadi wahai iblis!” seru dewa itu padaku.
“Tetapi kau, akan kubuang jiwa mu kebumi karena kelalaianmu!” seru dewa itu pada bidadari. Anginpun semakin ribut.
“Panglima prajurit akan menemanimu menjalani hukuman di Bumi.” tambah Sang dewa.
“Biar aku saja yang kau buang, wahai dewa.” Pintaku.
“Tidak! Kalian bersaing dan kau terlah memenangkannya, membuatnya jatuh cinta padamu dan itu dilarang! Sebagai hukumannya jiwanya harus dibuang di Bumi!”
Bidadariku tampak begitu lemah.
“AHHH!!!” teriakan bidadariku menyayat hatiku. Rasa ingin membunuhku bergejolak dalam dada. Aku bertarung dengan prajurit – prajurit yang menahanku terpelanting. Dewa mengarahkan tongkatnya kearahku dan sebuah kekuatan dahsyat menghantamku jauh ke gelapan dan menghilang membawa jiwa bidadari ku pergi. Aku sendiri terkurung bersama kegelapanku.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 7
“Ah, silaunya matahari pagi ini” itulah kata – kata pertama pagi ini.
“Lho, kenapa aku tidur dilantai?” tanyaku dalam hati. Aku beranjak menuju jendela kamar. Kusibakkan tirai, ingin menikmati pemandangan pagi. yang ada aku mendapati sosok iblis itu. Ia muncul lagi, aku mundur selangkah demi selangkah, aku berlari dan ia mendekatiku. Ku lempar bantal – bantalku. Ia menangkisnya gesit selalu lolos dari seranganku.
“Bruk”
Ia menimpaku. Diatas tubuhku, memandangiku lekat.
“Ikutlah denganku.”
“Aku tak mau!.” Lalu ia pun menghilang.
“Tok Tok Tok” Rika masuk dengan riangnya.
“Hey, ngapain kamu tidur dilantai?” sapa nya.
“Oh, aku terjatuh.”
“Keliatannya kau sedang tak sehat. Muka mu pucat sekali?” Rika kawatir denganku.
“Aku tak apa. Tumben, kamu datang sepagi ini? Enggak ada kelas?”
“Iya, aku mau crita sesuatu padamu.”katanya riang. Akupun mengatur posisi duduk ku di atas ranjang.
“Aku udah punya pacar.”katanya sambil tersipu malu.
“Wow... crita in dong” rasa penasaranku mulai mengelitik.
Lalu ceritapun dimulai. Rika sedang jatuh cinta pada seorang pemuda yang dia temui di pameran lukisan waktu itu. Namanya Cynn. Kulit putih ,tinggi, kekar, sorot matanya misterius, dan pendiam, lebih terkesan dingin. Memang aku tau tipe cowo nya Rika. Cynn benar – benar tipe cowo nya. Sering jalan bareng. Cynn benar – benar memikat hati Rika. Tak bisa dipercaya. Rika orang yang pintar dan terkesan tertutup. Dia jarang membuka kesempatan pada semua orang untuk dapat dekat dengan nya. Kami bertiga aku, Romi, dan Chiyo adalah orang yang beruntung dapat menjalin persahabatan. Cynn ternyata yang tak lain adalah teman masa kecil Rika. Ternyata mereka udah jadian 2bulan lalu. Sebagai sahabat pun aku turut senang. Waktu telah bergulir cukup cepat. Malampun tiba. Rika pun pamit karena dia akan berkencan malam ini.
“Eh, mau malem nich. Aku pulang dulu ya.” Pamit Rika.
“Ok, Good luck buat kencannya ya. Jangan lupa kenalin”pesan ku.
“Sipp”
------------------------------------------------------------------------------------
Aku berada di sebuah rumah yang besar. Aku menyusuri setiap ruang. Tak ada penerangan hanya cahaya bulan yang masuk melalui jendela. Aku mendengar suara. Seperti suara seorang gadis. Aku penasaran dan mencari sumber suara itu. Kali ini terdengar samar suara seorang pria. Suara itu sangat familiar di telingaku. Ada sesuatu yang mengganjal dan membuat detak jantungku semakin keras. Langkahku terhenti pada pintu ruangan yang besar. Pintu itu sedikit terbuka. Aku mengintip dengan perlahan. Tampak sepasang kekasih sedang bercumbu. Begitu mesra di depan perapian. Lelaki itu menyibakkan rambut indah si gadis. Mulai menciumi leher nya. Aku segera berbalik dan mengendap – endap tak ingin menyaksikan kejadian itu.
“AAARRGGGHHH..!!” jerit gadis itu kesakitan..
Pintu itu terbuka lebar dengan sendirinya. Aku menyaksikan mata merah yang tajam itu.. Lelaki itu menghisap darah gadis itu dengan nikmatnya. Aku berdiri terpaku. Tubuh gadis itu terkulai aku menatap lelaki itu, dia menyeringai dengan taringnya yang tajam berbalut busana hitam. Darah segar mengalir dari bibirnya, tak lain dan tak salah lagi itu adalah sosok manusia dari iblis itu. Tubuh si gadis terkulai tak bernyawa. Semakin mengigil tubuhku, aku menatap wajahnya. Itu adalah... RIKA!!!!!!
Iblis itu mengusap dan menjilat i nikmatnya setiap tetes darah Rika dengan jemarinya. Dia menghampiriku dengan anggunnya. Aku membeku dalam sorot matanya. Dengan lembut ia memeluk dan menyibakkan rambutku. Kurasakan deru nafasnya di leherku. Angin dingin berhembus menyusup pori – pori ku membuatku semakain terpaku. Kurasakan taringnya menusuk leher ku.
“AAAAAAARRRRRGGGHHH....!!!!”
------------------------------------------------------------------------------------
Aku terbangun dengan mata terbuka, dan terbelalak melihat iblis itu diatas ku. Mengengam erat tanganku. Sekujur tubuhku basah karena keringat dingin.
“ Selamat pagi manis.” Sapanya dengan seringai yang mengerikan.
“ Mau apa kamu. Lepasin aku!” bentakku. Menatapnya tak kalah tajam. Ia mendekatkan wajahnya, menciumi aroma tubuhku. Dan tertawa.
“ Manis sekali... hem... pasti lezatnya darahmu dibanding teman yang barusan masuk dalam mimpimu.” Bisiknya. Dia menciumi kelopak mataku turun ke pipi dan mengendus endus leherku. Aku berusaha melawan. Tapi, dia lebih kuat dibanding aku. Tangannya semakin mencengkram kuat tanganku.
“ Marah - marah di pagi hari itu sangat tidak baik, sayang” bisiknya lagi. Kali ini dia menatapku. Aku terpaku. Aku tak kuasa melawan pesona nya. Tangan yang lain membelai pipiku.
“ Lembutnya kulit ini. Tapi sayang, kau harus ku bunuh untuk memulihkan kekuatanku.”
Mulutku membisu dan akhirnya menangis. Dia tertawa pelan.
“ Kamu ketakutan ya? Sangat cantik bila menangis.” Ejeknya. Dia menjilati air mataku.
“ Pergi kau dari hidupku!! Aku akan mencari cara untuk membunuhmu!!” usirku dan dia hanya tertawa.
“Aku tak mau lagi melihatmu, PERGI!!” teriakku samabil memejamkan mata. Hanya hembusan angin dingain menerpa lembut tubuhku. Aku terisak sedih. Entah mengapa, hati ini teriris sedih.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 8 ( sisi iblis )
And now, i find you
So close,
I feel softness in your heart
Like your skin,
Your smelt,
Feel like in the flower garden.
I feel your frightened
I understand it
I leave you
Follow the wind blow
With my tears.
Aku menatap jemariku. Masih teringat lembut kulitnya. Bibirku masih merasakan hangatnya dan lembut wajahnya. Masih tersamar bau tubuhnya. Membuatku ingin memeluknya.
“Aarrrggghhh... kenapa perasaan ku jadi begini?” gerutuku dalam hati.
Aku telah lama membuang perasaan itu. Sejak jiwa sang bidadari turun ke Bumi. Aku terbuang tempat yang jauh dan tak ada seorang pun menemani.yang ku inginkan kekacauan and kehancuran. Kegelapan yang menyirami perasaan ini. Dan aku tak boleh lemah lagi. Aku hanya ingin membunuhnya. Tak boleh ada rasa ini yang menghalangi.
Aku masih teringat saat itu.
Aku akhirnya tahu. Bahwa panglima prajurit penjaga pintu perbatasan dikirim ke bumi untuk menjaganya. Leluhurnya yang mengurungku dalam cepu itu adalah sang panglima prajurit yang saat itu menjadi sosok papa dari gadis titisan bidadariku. Aku selalu mengamatinya, kemana pun dia pergi. Lalu aq mencari tempat tinggalnya.
Kulihat sebuah rumah besar dengan taman yang indah. Pemandangan yang harmonis,cukup melukai mataku untuk seorang iblis. Aku bersembunyi di atas pohon yang rindang mengamati gadis itu. Sangat cantik, rambut panjangnya dimainkan oleh angin. Daun – daun mengodaku dengan suara gemersik nya. Dia menoleh dan menatapku. dia terperanjat saat melihat jelas sosok ku. Hampir saja dia memekik ketakutan. Aku segera turun menutup mulutnya dengan sigap.
“Ssssttt... Jangan takut” bisiku. Aku melepaskannya dan tersenyum.
“Kamu siapa?” dia bertanya.
“Aku iblis, apa kau tak takut dengan sosok ku?”
“Kau mirip objek lukisan papa. Kata papa aku harus menjahuimu. Kalau tidak aku akan kau mangsa.”
“Tidak, aku tidak akan melukaimu. Aku akan melindungimu.”
“Aku tak percaya”
“Bagaimana caranya supaya aku dapat membuatmu percaya padaku?”
“Aya..!!” suara seorang laki – laki.
“Itu papa ku. Kau kembali lah kesini nanti malam. Papaku tak ada di rumah. Aku menunggumu. Cepat pergi. Papaku tak menyukai sosokmu.” Pinta nya agar aku tak ketahuan oleh papa nya. Lalu ia masuk kedalam rumah menemui papanya. Aku mengamati sosok laki – laki itu dari kejauhan. Dan ternyata benar itu adalah sosok manusia dari sang panglima itu. Diriku menjadi geram.
Malam hari sesuai janji aku menunggunya di pohon itu. Dia pun menungguku. Menyambutku dengan seulas senyum.
“Kau benar – benar datang.” Sambutnya dengan seulas senyum.
“Kau ingin aku bagaimana lagi supaya kau percaya padaku?” tanyaku.
“Entahlah, tapi hatiku berkata. Aku percaya kepadamu. Di rumah aku sendirian dan kesepian. Aku tak punya adik.”
“Aku akan menemanimu.”
Dia menghabiskan malam itu dengan tertawa dan tersenyum. Canda dan tawanya. Sesekali aku menjahilinya. Bulan pun menjadi saksi atas pertemuanku dengannya.
Setiap hari saat papanya tak ada disampingnya aku menemuinya. Menemani dan melindunginya saat ada bahaya yang datang. Manusia lain tak dapat melihatku. Hanya dia yang bisa melihatku (begitu pula dengan papanya). Perasaan yang lalu tumbuh lagi. Ingin terus selalu bersamanya tanpa sembunyi – sembunyi. Kami melalui hari –hari dan tahun demi tahun yang indah.
Suatu hari, aku mengamatinya dari kejauhan, berlindung di pohon yang rindang. Mengamatinya. Aku memainkan dahan – dahan pohon. Dia menedengar suara gemersik. Dia menghampiriku dengan senyumnya yang menawan.
“ Aku merindukanmu..” katanya. Akupun turun dari pohon. Dan membelainya. Ia memelukku.
“Aku juga. Tapi sungguh kau tak takut padaku? Padahal kau tau tugasmu adalah membunuhku.” Aku masih mendekapnya. Wangi harum tubuhnya masih sama.
“Aku tau tapi aku tak peduli.” Semakin erat pelukannya. Rasa rindunya tak terbendung lagi.
Tiba – tiba...
“ HEI... ENYAHLAH KAU IBLIS!!!” seruan itu datang dari seseorang. Kami pun menoleh. Sang panglima.
“ Jauhi Aya! Aya, cepat jauhi dia!” perintahnya.
“Aku tak mau. Aku.. Aku mencintainya” Semakin erat ia mendekapku. Suasana makin geram. Angin pun yang semula tenang menjadi ribut. Sang panglima akhirnya geram. Kami pun bertarung. Kekuatan sang panglima tak dapat aku tandingi. Aku pun kalah. Sayapku terluka. Aku terkurung dalam cepu. Aku hanya merdengar tangisannya.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 9
Hari ini aku akan bertemu dengan Rika dan pacar barunya. Segera aku menyiapkan diri dan pergi menuju pasar kesenian. Selama didalam mobil yang melaju menuju tempat kami bertemu, aku selalu gelisah.
Sesampainya aku disana. Aku menyusuri pasar kesenian yang tampak lenggang dengan perasaan waspada.
“Hey...” Sapa Rika. Aku terlonjak kaget.
“Aduh, kamu mengagetkan ku. Untung jantungku ga copot.”
“Ah, biasa aja kali, non. Kamu kok kayak ketakutan gitu?”
“Enggak kok. Hehehe.”
Kami pun menunggu Cynn. Detik dan menit terlewati dan aku semakin gelisah. Lalu Rika beranjak sebentar untuk membeli minuman. Lalu ada seorang anak kecil menghampiriku membawa setangkai mawar merah.
“Ini untuk nona.” Gadis kecil itu memberikan aku mawar and selembar surat kecil dan berlari. Aku segera membuka surat itu dan membacanya. Tulisan merah.
Bagaimana? Indahkan?
Aku mewarnainya dengan darah orang yang kau sayangi.
Aku menjadi semakin ketakutan, siapa yang mengirimkan ini. Apakah iblis itu? Aku mengamati sekelilingku dengan seksama. Rika juga tak kunjung kembali. Aku terlonjak kaget.
“ Terr.. Terr.. “ Suara handphone ku berbunyi. Ada SMS dari Rika.
FROM: Rika cute ^^
TO : Sechet
Sent : October 19th, 17:30
Chet, aku ada di ruang pameran. susul aku kemari ya. :D
Cynn sudah disini.
FROM: Sechet
TO : Rika cute ^^
Sent : October 19th, 17:32
OK.
Segera aku beranjak menuju ruang pameran. Setiap langkah aku seperti merasakan kehadirannya. Bahkan hingga aku masuk ke ruang pameran perasaan itu semakin mengental. Aku menyusuri dan mencari – cari Rika. Ruangan ini begitu sepi. Hanya ada beberapa orang. Aku terus mencari Rika. Di ruang pameran lain. Aku menyibakkan tirai pintu. Rika bersama seorang pemuda. Berbadan tegap dan kulit putih yang pucat berbalut kemeja hitam. Mereka sedang berpelukan. Aku mundur perlahan dan berbalik tapi tiba – tiba lelaki itu menghalangiku. Aku mencium bau darah. Aku melihat wajah lelaki itu, menyeringai. Bibirnya merah merekah sedikit ternoda darah. Aku mengenali seringai itu. Iblis itu. Aku berbalik dan melihat Rika tergeletak di tengah ruangan itu, sebilah belati menancap di perutnya. Lantai bersimbah darah. Kepalaku terasa berat mencerna semua teka – teki ini.
“ Kau sudah menerima mawar itu kan? Cantik bukan warnanya..” bisiknya di telingaku.
“ Bagus kau membawanya.“ lanjutnya lalu meraih mawar merah tadi dari tanganku dan meletakkannya di dada Rika.
“Lihatlah! Kau yang memaksaku melakukan ini. Hahahahahaha...” Serunya, suara tawanya bagai petir yang menyambar. Seketika itu juga terdengar suara petir yang menyambar dengan dasyatnya. Dia menyeretku dengan sangat kasar.
“Tidak. Tidak. TIDAK!!!” Seruku. Air mataku turun dengan derasnya. Aku berlutut di depan tubuh Rika yang terbaring tak bernyawa.
“Kenapa kau bunuh dia? Kau harusnya membunuhku!! Sasaranku adalah aku!! Bukan Rika!!” Seruku lagi.
Dia berlutut di sampingku, menatapku lekat – lekat. Mencengkram wajahku.
“Kau tau. Kau lah yang telah membuatku begini. Aku tersiksa dengan semua ini. Aku ingin kau merasakan apa yang aku derita. Aku menyadari, kamu bukanlah lagi titisan bidadariku. Tapi kamu dikirim untuk membunuhku. Dan sebelum semuanya terjadi. Aku harus mengumpulkan semua tenaga untuk mengalahkanmu di hari saat penentuan. Meski aku harus bertarung denganmu, Titisan bidadariku. Diri ini sudah lama terbuang dan tersiksa. Hanya kegelapan dalam diriku karena aku terlahir dari kegelapan. Sudah aku buang semuanya. Aku ingin mengakhiri perang yang sudah lama terjadi karena aku dengan mu.” Iblis itu berkata dengan sangat geram padaku. Matanya memerah, sangat mencerminkan luapan kebenciannya padaku.
“Aku ingin kau merasakan bagaimana rasa sakitnya kehilangan orang yang kau cintai. Karena kau tak pernah merasakannya. Dan kau tau, aku selalu menunggumu. Ingatanmu tersegel. Tak kan pernah bisa mengingatku kembali. Aku mnunggu mu bertahun – tahun. Tapi aku harus menerima kenyataan pahit ini terus menerus. Aku akan membuatmu tersiksa dan terkalahkan dalam tanganku.” Desis nya, tetap menetapku tajam dan menusuk membuatku ngeri.
“Berarti kau tak benar – benar mencintai bidadari. Kau egois!!” desisku dalam deraian tangisku. Dia hanya menatapku dan menghilang.
------------------------------------------------------------------------------------
Berita kematian Rika yang janggal mengemparkan keluarga Rika, teman – teman, keluarga ku dan tentunya aku. Polisi tak lagi mengusut sebab kematian Rika. Belati yang menancap pada tubuh Rika tak ada sidik jari lain. Hanya ada sidik jari Rika, Tapi aku tetap brusaha bahwa dia dibunuh oleh si iblis itu. Banyak yang mencibirku, aku lah pembunuhnya. Bahkan, aku disebut gila. Tapi, mereka tak dapat menuntutku karena tak punya bukti yang kuat. Aku tak bisa menerima pernyataan dari kepolisian bahwa Kasus ini adalah bunuh diri.
Beberapa hari setelah kematian dan hari pemakaman Rika. Aku menguras tenagaku untuk meyakinkan semua bukti – bukti itu. Chiyo dan mama menemaniku. Mereka menghiburku. Saksi dari penjaga ruang pameran juga tak pernah melihat ciri – ciri pria yang aku maksud. Yang tertera di buku kunjungan hanya nama Rika dan aku yang menjadi tamu terakhir saat itu. Kamera CCTV di ruang kejadian juga saat itu rusak. Tak dapat mengetahui kejadian saat itu. Chiyo dan mama menemaniku. Mereka menghiburku. Keluarga Rika juga tak kalah terpukul dengan kematian Rika. Sebagian keluarga Rika menyebutku pembunuh. Orang tua Rika juga tak mengenal Cynn, pacar Rika. Bahkan mereka juga tak mengetahui Cynn adalah teman dekat Rika masa kecil. Mereka menyebutkan nama – nama lain yang tak aku kenal. Aku begitu lemah begitu juga kondisiku.
------------------------------------------------------------------------------------
Aku tergeletak lemah di ranjangku. Sungguh kondisi yang tidak menyenangkan. Lagi – lagi cuaca hari ini begitu suram. Petir menyambar – nyambar dengan lincah dan liar nya. Angin berhembus keras hingga aku dapat mendengar gemersik daun – daun pohon. Hari ini aku sendirian di rumah. Hanya Mbok Minah dan Pak Eko yang selalu sibuk mengurus rumah. Mama tugas ke luar kota untuk beberapa hari. Aku benci kesepian. Aku menoleh ke kanan. Terlonjak kaget melihat iblis itu berbaring di sampingku. Tersenyum memandangku yang lemah dan pucat.
“Hai, sayang. Rika kekasihku sudah pergi kubawa dengan tenang di alamku. Kau tenang saja.”Sapanya.
“Mau apa kau disini. Aku tak mau lagi melihatmu.” Kataku gusar. Dia membalikan tubuhku dan melompat ke atas tubuhku. Aku tak dapat berkutik, terlalu lemah untuk saat ini. Dia menyeringai puas.
“Kau harus membayar kematian Rika. Kenapa orang – orang tak dapat menemukanmu? Bahkan mereka menganggapku pembunuh, karena aku yang ada disana dan mereka juga menggangapku gila. Mereka tak percaya akan kesaksianku.”aku semakin geram.
“Hey, aku adalah iblis. Aku dapat menyusup dan mempengaruhi pemikiran seseorang. Itu hal yang mudah. Apa kau tak ingat? Hahahahaha.” Jawabnya santai.
“Aw.. sakit..” erangku. Dia tak peduli. Ia meraba punggungku dan menyentuh tanda lahirku.
“Kau sungguh tak sopan!” desisku. Ia hanya tertawa.
Deru nafasnya mengelitiki kulit pinggungku. Dia mengusap usap lembut punggungku.
“Mau apa kau? Pergi!” usirku. Dia tetap asyik meraba punggungku. Tak mengubrisku. Ia mulai menciumi tanda lahirku.
“Stttt....” dia mendesis memintaku untuk diam. Entah mengapa aku memilih diam. Tetap aku merasa risih dengan kelakuannya. Tapi aku tak dapat melawan. Aku merasa iblis ini benar – benar rindu pada kekasihnya. Dia merasakan lembut bulu matanya dan ia tetap menciumi dan mengusap lembut punggungku. Deru nafasnya makin menderu keras. Jantungku berdegup kencang. Tubuhku terasa panas.
“Arial....” iblis itu menyebutkan sebuah nama.
“aaarrrggghhh..” erangnya lalu melompat menjauh dariku. Aku tersentak kaget. Aku melihatnya geram.
“Aku tak mau melihatmu bersama dia!” geramnya. Aku membalikan badanku. Menatapnya takut dan tanda tanya besar, siapa yang ia maksud “dia”?. Ia menghampiriku. Aku menangkap sorot kesedihan dimatanya. Ia membelai rambutku.
“Kau tidurlah” bisiknya. Mataku terasa berat dan terlelap.
Samar –samar aku mendengar dia mengucapkan maaf.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 10
Hari ini aku kembali tercenung, mencerna setiap kejadian. Teringat perkataan si iblis. Ia menginginkan aku dan dia bertarung? Aku kalah dihadapannya. Aku tak punya kekuatan apa pun untuk melawannya. Aku teringat kembali dengan buku kuno itu. Sekali lagi aku membukanya. Berharap mendapat jawabanya. Lembar demi lembar aku membaca dengan seksama. Angin tiba – tiba berhembus kencang membalik kan lembar buku itu. Aku terperanjat. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Apakah si iblis datang. Ternyata tak ada seorang pun dan kembali mengamati buku itu. Aku melihat dengan seksama lagi pada gambar sebuah pedang yang berukir indah. Sepasang. Yang satu berwarna putih berhias batu putih, yang lain berwarna hitam berhias batu merah. Pedang yg hitam adalah milik si iblis. Pedang putih milik si bidadari. Hanya dengan pedang itu yang dapat membunuh satu dan lainnya. Nama pedang si bidadari adalah Archangels. Nama pedang si iblis adalah Devilish Blade. Tapi bagaimana aku bisa menemukan pedang itu, dan pedang itu berada dimana. Aku sungguh pusing memikirkannya. Aku menghela nafas dalam – dalam. Terlalu larut untuk memikirkan hal ini. Terlalu lelah dan aku pun terlelap.
------------------------------------------------------------------------------------
Lagi – lagi aku terbangun dengan sangat tidak menyenangkan. Suara petir yang sangat memekak kan telinga. Aku terbelalak kaget. Aku terbangun. Aku menatap ngeri pada mawar merah yang ada diatas ku. Mawar yang sama seperti saat kematian Rika. Firasatku sangat buruk pagi ini dengan cuaca yang sangat buruk pula.
“ Terr.. Terr.. “ Suara handphone ku berbunyi.
Segera aku raih handphone q. Dilayar handphone ku tertulis “Romi calling” dengan jantung yang berdetak kencang aku menjawab telepon ku.
“Halo. Ada apa, Mi?”
“Chet, Piko udah nggak ada.” Jawab romi diseberang sana dengan isak tangis.
“Maksudmu udah nggak ada apa,mi?” Tubuhku bergidik ngeri.
“Piko meninggal. Dia dibunuh! Salah satu tetangga apartement nya. Menemukan dia berlumuran darah di apartement nya. Kau cepat ke apartement, Piko.”
“Aku segera kesana.” Mengakhiri telepon ku.
Aku menatap ke pangkuan ku. Mawar itu sudah tak ada. Ternyata benar firasatku. Iblis itu membuatklu ingin membunuh nya. Dia benar – benar mengajakku bertarung. Segera aku menghubungi Chiyo. Dia tak kalah kaget nya mendengar berita ini dari mulutku. Aku segera bersiap – siap dan meluncur menuju apartement Piko.
------------------------------------------------------------------------------------
Suasana apartement Piko benar – benar ramai. Aku segera menemui Romi. Aku menemukan dia duduk dan ku lihat matanya sembab dan menahan tangis nya. Begitu ia menatapku. Dia langsung berdiri dan memelukku. Aku tahu saat ini hatinya hancur mengetahui Piko, pacarnya meninggal. Chiyo juga memeluk kami. Berusaha menghiburnya. Aku meninggalkan Chiyo dan Romi. Aku ingin tahu bagaimana kejadian nya. Aku menemui salah satu polisi yang bertugas disini.
Kejadian ini kali pertama diketahui oleh seorang tetangga apartement Piko, Calvin yang melewati ruang 502, apartement Piko. Calvin melihat pintu apartement yang ditempati Piko telah terbuka, Ia heran, kenapa pintu itu terbuka. Saat ia mengetuk pintu dan memanggil tuan ruang 502 itu, tak ada jawaban apapun. Calvin merasa aneh dan ia masuk ke dalam apartement. Calvin terperanjat ketika melihat Piko sudah terbujur kaku di atas kasur dengan berlumuran darah pada perutnya. Jendela kamar pun pecah. Calvin segera menelepon polisi. Saat dia kebingungan, ia melihat handphone Piko berbunyi dan mengangkat handphone nya yang ada diatas meja. Ternyata Romi yang saat itu menelepon. Calvin segera mengabarkan dan menjelaskan keadaan Piko. Polisi segera datang, memasuki dan memeriksa apartement Piko. Hingga Romi tiba, ia tak sempat melihat keadaan Piko yang terlebih dahulu dibawa jasad nya untuk pemeriksaan lebih lanjut. Disana hanya ditemukan mawar merah di atas dada Piko, sebotol minuman berakohol yang isi nya hampir habis dan belati menancap pada perutnya. Polisi sedang menyelidiki sidik jari pada belati itu.
Aku teringat kembali saat kejadian kematian Rika. Dia ditusuk dengan belati. Aku penasaran ingin melihat belati itu. Aku mencari – cari polisi yang berkeliaran disana. Aku melihat dari kejauhan. Belati itu, belati yang sama. Aku segera mencari orang yang bernama Calvin. Aku menemukannya, tinggi, tegap, sangat menonjol diantara orang – orang disini. Aku menyapanya dan ingin mengetahui kejadian itu dari mulutnya. Kejadian yang ia ceritakan sama persis dari polisi itu.
Lalu aku kembali menuju tempat Rika duduk. Ia masih tercenung. Chiyo pamit mencari minum untuk Romi. Aku memeluk Romi.
“ Chet...” panggilnya.
“ Iya,mi?”
“ Kemarin kami baru saja menghabiskan waktu berdua. Nonton, bercanda, dinner berdua. Dia tampak kelihatan bersinar bahagia. Aku benar – benar ga nyangka, dia pergi begitu saja. Aku ingin tau siapa pembunuhnya. Dia yang harus bertanggung jawab semua ini.” Romi kembali terisak. Aku tak dapat berkata apapun.
------------------------------------------------------------------------------------
Saat pemakaman Piko. Keluarga Piko dan Romi berdatangan. Keluarga Piko tinggal jauh dari Piko, sejak 3 tahun Piko bekerja di kota ini dan sejak Papa Romi ditugaskan di kota ini, Romi dan keluarga harus pindah. Papa, Mama Piko dan Romi saling menghibur dan sama – sama terpukul. Romi sudah lama mengenal keluarga Romi begitu juga sebaliknya, karena papa Piko dan papa Romi adalah teman baik, Piko dan Romi sendiri adalah teman dari kecil. Lalu, mereka dijodohkan dan seiring dengan waktu hati mereka bertaut hingga sekarang. Suasana pemakaman Piko benar – benar menusuk hatiku. Mama Piko benar – benar terpukul. Ia menangis hingga tak sadarkan diri. Romi terlihat sangat sedih. Air mata yang ditahan nya terus mengalir setetes demi setetes membasahi wajahnya yang tak berekspresi lagi. Kami benar – benar kehilangan Piko.
Aku merasakan, seseorang melihat dari kejauhan. Melihat dan mengawasi kami semua. Aku merasakan, iblis itu hadir disini. Aku melihat sekeliling, tapi aku tidak mendapati dia. Hujan mulai turun rintik – rintik. Satu per satu mulai meninggalkan makam Piko.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 11
Hasil sidik jari pada belati itu sudah keluar. Polisi menyatakan, Piko bunuh diri, karena sidik jari di belati itu hanya sidik jari milik Piko. Hasil kamera CCTV juga membuktikan, Tiba – tiba, pintu apartement terbuka dan tak ada orang yang masuk di apartement Piko. Kecuali, Calvin yang melihat pintu apartement itu terbuka. Kesaksian lain dari Room boy yang saat itu bertugas. Sempat samar-samar mendengar teriakan minta tolong tapi tidak didatangi karena tidak terdengar lagi. Polisi memastikan, Piko mabuk dan melemparkan gelas yang diminumnya ke arah jendela. Lalu bunuh diri. Jelas kami tahu, Piko bukan seorang peminum dan ia selalu berfikiran dewasa. Ia tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti itu. Romi langsung membantah hal itu. Papa dan mama Piko terperanjat mendengar pernyataan itu. Pak polisi langsung menenangkan mereka. Mereka pun juga tak dapat membendung perasaan itu. Terlalu banyak dipikiranku. Bingung untuk mencerna semua ini. Suasana menjadi kian ramai. Kasus ini pun lagi – lagi ditutup dengan pernyataan bunuh diri.
------------------------------------------------------------------------------------
Aku pulang bersama dengan Chiyo. Aku merenung memikirkan semua itu dan menatap pemandangan selama perjalanan pulang.kami terdiam hanya alunan musik yang terdengar. Aku merasakan tangganku digenggam oleh tanggan nya yang besar. Aku menoleh kearahnya. Dia hanya tersenyum. Ia kembali fokus menyetir. Aku kembali asik dengan pikiranku sendiri.
“ Bukan hanya kamu yang merasa semua ini aneh. Aku juga. Piko ga mungkin melakukan hal bodoh. Bunuh diri. Meski dia frustasi atau tertekan tapi dia bukan tipe orang yang membuang hidupnya sia – sia seperti itu.” Kata Chiyo memecah keheningan diantara kita.
“ Iya,yo. Aku ... “ ucapan ku terputus. Teringat akan iblis itu. Orang lain tidak bisa mengetahui keberadaan dia selain aku yang dapat melihat nya. Wajahku memucat.
“ Kenapa? “tanya chiyo. Lalu menggenggam jemariku yang dingin.
“ Kamu kedinginan ya? “ Tanya nya lagi.
“ Iya. Ini kita mau kemana?”
“ Ini pake jaket ku. Mau ketempat biasa. “
Aku segera mengambil jaket dari tangan nya dan segera memakainya. Pandangan ku tak sengaja menuju kaca spion. Aq melihat sekilas ada seseorang di belakang. Aku menoleh, tak ada siapapun. Aku melihat kaca spion itu kedua kalinya, tak ada siapapun. Keheningan kembali menyusup.
Aku rindu pada tempat ini. Sore ini masih terlihat cerah, padahal jarum jam tangan ku menunjukan jam6 sore, sungguh tak seperti biasanya.
“hem..” Chiyo menghela nafas dan tertawa kecil. Aku menatapnya terheran – heran. Chiyo semakin tertawa keras. Suasana berubah, aku tak sadar, kami sekarang memasuki hutan dan langitpun semakin gelap. Dinginnya AC mobil semakin menusuk kulitku.
Lalu dia menatapku. akupun menatapnya aneh. Mata itu, ya.. mata itu.. mata itu bukan milik Chiyo, melainkan milik iblis itu. tajam dan kejam meski tak berwarna merah.
“AWAS!!!!!!!!!!!!!!” teriak ku.
“BRAG.....!!!!!” kepalaku terbentur keras dan semuanya gelap.
------------------------------------------------------------------------------------
BAB 12
Kulit Putih itu,
Ternoda oleh darahmu
Merah segar menggiurkan
Ingin kuwarnai mawar ini
Dengan darahmu
Tercium aromanya,
Yang manis dan menggoda.
Itu hanya milikmu.
Kau hanya milikku.
Hati ini perih membisu.
Inginku akhiri semua ini.
Membawamu dalam kesunyian hati.
Mengisi dan obati luka ini.
Tapi, aku menggoreskan luka di hatimu.
Tangisan sunyimu menghujam jantung ini.
Asap mengepul dari mesin mobil. Aku mengendongnya. Tubuh yang lunglai tak berdaya. Darah segar kluar dari tubuhnya. Secepat kilat aku membawanya pergi dari situ.
“DUAR...” seketika itu juga mobil itu meledak.
“Maafkan aku membohongimu, Sayang. Aku bukan Chiyo yang lembut itu. Tapi sesungguhnya Aku adalah iblis itu. Aku menunggumu sekian lama, dan terima kasih kamu membukakan segel itu. Kita sudah sampai. Di istanaku.” Bisikku dengan seulas seringai yang menunjukkan taring tajam ku. Akupun tertawa puas.
-----------------------------------------------------------------------------------
Ku baringkan dia. Aku menjilati luka dan setiap tetes darahnya yang keluar dari tubuhnya. Sungguh lezat, menggiurkan. Ingin sekali meneguk seluruhnya. Kurasakan sebuah kekuatan menjalar diseluruh tubuhku, berbeda saat aku mendapatkan kekuatan saat aku menghisap jiwa-jiwa manusia. Sungguh menyenangkan. Tapi aku menahan nafsu memangsanya. Aku menciumi pipinya yang lembut itu. Tiba-tiba hati ini terasa sakit, dalam hati aku selalu bertanya-tanya, apakah aku telah mencintai manusia ini? Keluarganya yang turun menurun menyiksaku.
Aku menatap langit malam ini, begitu terang keemasan kemerahan, menambah suramnya malam. Aku rindu akan suasana ini, pertanda kekuatanku akan sedikit pulih. Aku kembali masuk ke gua, duduk disamping gadis itu, menunggunya bangun. Lukanya telah sembuh. Hanya hal terbaik itulah yang aku bisa perbuat. Dan hal pertama dan mungkin yang terakhir aku berbuat hal baik pada manusia. Kukecup keningnya, membelainya lembut.
“Bangunlah, buka lah matamu yang indah, aku merindukannya.” Bisikku.
Tapi tak kunjung juga dia terbangun. Aku meraih tubuhnya dan memeluknya.
“ Aku mohon, bukalah matamu. Aku mohon!”
Ini pertama kalinya aku merasa gundah dan kawatir.
“Mmm...” Erangnya. Akhirnya dia tersadar. Tak sadar hati ini begitu senang. Apakah ini namanya rasa bahagia itu? It’s the first time i feel like this with this girl.
“Akhirnya kau membuka matamu.” Aku menatapnya penuh dengan kegembiraan.
------------------------------------------------------------------------------------
Bab 13
“Mmm...” Aku tersadar, terasa pening sekali.
“Akhirnya kau membuka matamu.” Sebuah suara yang aku kenal. Aku menatapnya. Iblis itu ternyata. Tetapi ada yang sedikit berbeda dari tatapannya. Seulas senyum dan tatapan kegembiraan terlukis diwajahnya yang kaku dan dingin itu.
“Aku dimana?”
“Di istanaku.” Jawabnya dengan senyum yang hangat,.
Aku teringat akan kejadian terakhir. Aku bangkit dan ingin bertemu Chiyo. Tapi......
“Bruk”
“Tubuhmu masih terlalu lemah.” Katanya, dan dia menopang ku. Aku mencengkram lengannya sekuat tenagaku. Aku menatapnya tajam.
“Kau begitu membenciku ya...” katanya lirih, wajah itu kembali dingin. Tatapannya kembali tajam. Dia menjauh dariku
“Dimana Chiyo!” Seruku lemah.
“Kamu menyayanginya atau mencintainya?”
“Dimana dia? Aku jelas menyayanginya dan mencintainya. Dia tak seperti kamu, Iblis!”
Dia tak menjawab pertanyaan ku hanya tertawa, tawanya semakin keras.
“Kalau aku menjawabnya itu percuma. Karena kau takkan percaya dengan apa yang akan aku katakan. Kau tak pernah mempercayaiku bukan?” Jawabnya dengan nada yang dingin dan mengejek. Dia berjalan terus menjauh.
“Tunggu!!!” Seruku. Tapi aku tak digubrisnya. Aku mengumpulkan tenagaku, bangkit tetapi tak bisa.
“ Bruk” Aku terjatuh, aku memejamkan mata, tapi aku tak merasa sakit. seseorang menolongku, memelukku.
“ Terima Ka....”
Dia membalikkan tubuhku dan mencengkram kedua lenganku. Menatapku sangat tajam. Orang itu Chiyo.
“Lepaskan!, Sakit Chiyo...” erangku.
“Bodoh!”
“Kamu kok bisa disini?”
“Lihat baik-baik disana!” Bentaknya. Mataku terbelalak. Sosok itu berubah. Bukan Chiyo, tapi iblis itu yang menolongku. Sosok Chiyo berdiri dengan tatapan tajam. Senyumannya bengis.
“Hai, Sechet” Sapa Chiyo.
Aku menatap tajam dan penuh kebencian pada iblis.
“Apa yang kau lakukan pada Chiyo?” desisku.
Dia berdiri dan mengendongku. Mendekatkan aku pada Chiyo.
“Dia adalah aku. Aku dapat membagi jiwa dan menjadi siapa saja. Akulah yang selalu melindungi dan mendampingi kamu.” Bisiknya. Aku menatap Chiyo. Aku terperangah, kaget. Mereka berubah. Saat ini Chiyo mengendong aku. Yang berdiri di depanku adalah iblis.
“ Jadi bagaimana sayang? Hem...?” Tanya Chiyo.
“Aaaaaaaaaaaarrrrrrrggggghhhhh... hmmmppphhhh” Teriakku kesal tertahan, iblis itu mencium bibirku. Ciuman yang membara dan memaksa. Aku memberontak tetapi aku tak dapat menolaknya. Perlahan makin terhanyut. Dia membaringkan aku ciuman kami masih tertaut. Tipa-tiba ciuman itu terhenti. Ia mundur selangkah demi selangkah.
Aku terheran melihat reaksinya. Setetes airmata jatuh id pipiku.
“Maaf....” Kataku. Dia berlari menghilang.
Kusentuh bibir ini. Masih terasa hangatnya. Aku teringat akan sesuatu. Aroma tubuhnya sama persis seperti aroma tubuh Chiyo saat menopangku kala aku lemah. Setiap kali aku bertemu dengan Chiyo aku merasanyaman. Setiap aku bertemu dengan sosok iblis itu aku merasa takut tetap terasa dekat dan nyaman. Aku menangis sejadi-jadinya.
Aku terperangkap
Dalam jaring-jaring yang kau rajut.
Kau menyusup dalam kehidupanku.
Aku membenci sekaligus mencintaimu.
Tak kusadari dan membuatku terkejut.
Kau memberiku kesedihan.
Kau memberiku sejuta kebahagiaan.
Kau yang merengkuh jiwaku bagai bidak.
Ingin ku melawanmu,
Ingin ku membawamu dalam pelukku.
Kita bagai,
Api dan air.
Kita bagai,
Mentari dan Bulan.
Saling melengkapi tapi tak dapat bersatu.
Apa arti semua ini,
Hanyalah belati dan tangisan
yang dapat menyelesaikan ini semua
mengakhiri kisah ini.
Rabu, 14 Juli 2010
what's about girl
When a GIRL is quiet ... millions of things are running in her mind.
When a GIRL is not arguing ... she is thinking deeply.
When a GIRL looks at u with eyes full of questions ... she is wondering how
long you will be around.
When a GIRL answers ' I'm fine ' after a few seconds ... she is not at all
fine.
When a GIRL stares at you she is wondering why you are lying.
When a GIRL lays on your chest .. she is wishing for you to be hers forever.
When a GIRL wants to see you everyday... she wants to be pampered.
When a GIRL says ' I love you ' .. she means it.
When a GIRL says ' I miss you ' .... no one in this world can miss you more than
that.
Life only comes around once make sure u spend it with the right person ....
Find a guy .. who calls you beautiful instead of hot.
who calls you back when you hang up on him.
who will stay awake just to watch you sleep. Wait for the guy who ... kisses
your forehead.
Who wants to show you off to the world when you are in your sweats.
Who holds your hand in front of his friends.
Who is constantly reminding you of how much he cares about you and how lucky he
is to have you.
Who turns to his friends and says, ' That's her!!
When a GIRL is not arguing ... she is thinking deeply.
When a GIRL looks at u with eyes full of questions ... she is wondering how
long you will be around.
When a GIRL answers ' I'm fine ' after a few seconds ... she is not at all
fine.
When a GIRL stares at you she is wondering why you are lying.
When a GIRL lays on your chest .. she is wishing for you to be hers forever.
When a GIRL wants to see you everyday... she wants to be pampered.
When a GIRL says ' I love you ' .. she means it.
When a GIRL says ' I miss you ' .... no one in this world can miss you more than
that.
Life only comes around once make sure u spend it with the right person ....
Find a guy .. who calls you beautiful instead of hot.
who calls you back when you hang up on him.
who will stay awake just to watch you sleep. Wait for the guy who ... kisses
your forehead.
Who wants to show you off to the world when you are in your sweats.
Who holds your hand in front of his friends.
Who is constantly reminding you of how much he cares about you and how lucky he
is to have you.
Who turns to his friends and says, ' That's her!!
Langganan:
Postingan (Atom)